FOTO: Taruna Ikrar dan Budiman Sudjatmiko. Bernostalgia masa reformasi. Keduanya mendapat tugas dari Prabowo.
menitindonesia, JAKARTA – Dua pentolan aktivis era Reformasi tahun 1998, Budiman Sudjatmiko dan Prof Taruna Ikrar bertemu setelah masing-masing diberi tugas langsung oleh presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto.
Saat dikonfirmasi, Prof Taruna Ikrar membenarkan bahwa dia baru saja bertemu dengan Budiman Sujatmiko, berdiskusi ringan, mengungkit nostalgia dan berakhir pekan bersama, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2024).
“Iya, kami bertemu sebagai sesama aktivis di era reformasi 98, sekaligus weekend bersama. Selebihnya bernostalgia dan bersyukur atas kemenangan Prabowo-Gibran,” kata Prof Taruna Ikrar kepada jurnalis media ini di Jakarta, Sabtu (11/5).
Adapun yang diperbincangkan dalam pertemuan dedengkot aktivis 98 ini, yakni diskusi serius mengenai fase transisi pemerintahan dan tugas yang diberikan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto kepada mereka.
Prabowo memberikan tugas kepada Budiman Sudjatmiko tentang pengembangan dan pemberdayaan desa serta perangkatnya. Untuk Prof Taruna Ikrar, Prabowo memberinya tugas tentang bidang ilmu pengetahuan, riset, stunting, gizi dan kesehatan neurosains.
Namun, dalam fase rekonsiliasi saat ini, kata Taruna, dirinya dan Budiman Sudjatmiko juga mendiskusikan upaya rekonsiliasi nasional, demi membawa bangsa Indonesia menjadi negara demokrasi yang maju, berdaulat dan disegani dunia internasional.
“Tadi Mas Budiman lebih fokus mendiksikan rekonsiliasi nasional harus terwujud, karena kita sekarang berada di fase yang kritis. Indonesia Emas sulit terwujud jika bangsa Indonesia sibuk saling hujat dan mempermasalahkan masa lalu. Sekarang saatnya kita menatap masa depan,” ujar Guru Besar di Universitas Pertahanan ini.
Untuk diketahui, pada masa reformasi tahun 1998 (26 tahun silam), Budiman Sujatmiko dikenal sebagai dedengkot gerakan Persatuan Rakyat Demokratik (PRD) yang melawan rezim Orde Baru, sedangkan Taruna Ikrar dikenal sebagai aktivis ekstra kampus sebagai Ketua I PB HMI.
“Ketika itu, Mas Budiman pernah merasakan sakit dan ganasnya penculikan, sedangkan saya merasakan bagaimana dikejar-kejar aparat keamanan Orde Baru,” kenang Taruna.