menitindonesia, BALI – Skandal pesta seks dan narkoba yang melibatkan puluhan warga negara asing (WNA) di sebuah vila mewah di kawasan Canggu, Kabupaten Badung, Bali, berhasil diungkap oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali.
Penggerebekan berlangsung pada Sabtu (21/12) malam dan mengungkap modus pesta eksklusif yang berkedok perayaan Natal dan Tahun Baru 2025.
Operasi tersebut melibatkan puluhan petugas serta anjing pelacak (K-9) untuk memastikan vila itu bebas dari ancaman penyelundupan narkoba. Dari hasil penyisiran, ditemukan narkotika jenis Benzo dan THC yang tersembunyi di lipatan sofa.
“Kami menemukan barang bukti narkoba berkat bantuan K-9 yang melacak di beberapa titik,” ungkap Kombes I Made Sinar Subawa, Kabid Pemberantasan BNNP Bali, dalam konferensi pers Senin (23/12/2024).
Pesta tersebut hanya dapat diikuti melalui undangan khusus yang mengharuskan peserta membayar sejumlah uang. Para tamu, yang terdiri dari pria dan wanita, termasuk pasangan dan individu lajang, datang dari berbagai negara.
Penyelenggara memastikan bahwa undangan hanya diberikan kepada orang-orang yang dikenal dekat.
“Yang hadir banyak yang tidak saling kenal sebelumnya. Ini jelas kegiatan tertutup, hanya orang-orang terpilih yang diundang,” tambah Sinar.
Saat penggerebekan, petugas mendapati sekitar 50 WNA di lokasi. Setelah pemeriksaan awal, ditemukan bahwa sembilan orang mengonsumsi narkotika.
Lalu mengapa para Bule di Bali bisa sebebas itu?
1. Citra Bali sebagai Surga Wisata
Bali sudah lama dikenal sebagai destinasi wisata internasional yang menjanjikan kebebasan, eksotisme, dan relaksasi. Budaya ramah dan toleran masyarakat Bali membuat wisatawan merasa diterima dan nyaman untuk berekspresi. Namun, ini kadang disalahgunakan oleh beberapa pihak.
2. Ekonomi yang Bergantung pada Pariwisata
Sektor pariwisata menjadi tulang punggung ekonomi Bali. Banyak usaha lokal dan pemerintah daerah cenderung mengutamakan kenyamanan wisatawan asing demi menjaga arus kunjungan. Akibatnya, ada persepsi bahwa bule mendapat “perlakuan khusus” karena kontribusinya terhadap ekonomi lokal.
3. Perbedaan Perlakuan Hukum
Kadang ada kesan bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran oleh WNA tidak seketat terhadap warga lokal. Hal ini mungkin disebabkan oleh:
- Keterbatasan Sumber Daya: Proses hukum terhadap WNA memerlukan koordinasi antarnegara, yang sering kali lebih rumit.
- Khawatir Dampak Ekonomi: Penindakan tegas yang menciptakan citra buruk bagi wisatawan dapat memengaruhi industri pariwisata.
- Kurangnya Pengawasan di Tempat Tertutup: Banyak pelanggaran terjadi di lokasi yang sulit diakses, seperti vila pribadi atau acara eksklusif.
4. Kesenjangan Budaya dan Nilai
Bule sering membawa gaya hidup dan nilai-nilai dari negara asal mereka, seperti kebebasan berekspresi, yang mungkin bertentangan dengan norma lokal. Misalnya, pesta seks dan narkoba yang dianggap tabu di Indonesia justru bisa dianggap “normal” di beberapa budaya Barat.
5. Regulasi dan Penegakan yang Lemah
Meskipun ada regulasi ketat, implementasinya di lapangan masih lemah. Pengawasan terhadap pesta-pesta ilegal, penyalahgunaan izin tinggal, dan penyelundupan narkoba sering kali kurang efektif.
6. Kurangnya Edukasi kepada Wisatawan
Sebagian wisatawan tidak memahami atau mengabaikan norma-norma budaya dan hukum di Indonesia. Ketidaktahuan ini kadang diperburuk oleh tidak adanya upaya aktif untuk mengedukasi mereka.
7. Penyalahgunaan Status WNA
Sebagai warga asing, beberapa bule merasa kebal hukum atau memiliki “keistimewaan” yang membuat mereka kurang menghormati aturan. Ada juga yang memanfaatkan citra ramah Bali untuk berperilaku tidak pantas.