Kepala BPOM RI Taruna Ikrar Ingatkan Skincare Ilegal: Ancaman Kesehatan dan Ekonomi yang Tersembunyi

Kepala BPOM Taruna Ikrar, saat memberi keterangan pers kepada wartawan. (ist)

menitindonesia, JAKARTA – Peredaran produk skincare ilegal di Indonesia bukan hanya isu kosmetik semata, melainkan mencerminkan persoalan serius yang mencakup keamanan masyarakat, ketahanan ekonomi, dan tantangan hukum.
Di bawah kepemimpinan Taruna Ikrar, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) RI telah menggencarkan penindakan terhadap praktik ilegal ini. Namun, di balik penindakan tersebut, terbentang realitas kompleks yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah, masyarakat, dan penegak hukum.
BACA JUGA:
Kepala BPOM Taruna Ikrar Terima Kunjungan Perusahaan Multinasional MSD Bahas Registrasi Obat

Jejak Produk Skincare Ilegal: Dari Pabrik Gelap ke Pasar Digital

Penemuan pabrik skincare ilegal di Jakarta Utara beberapa waktu lalu, menjadi salah satu kasus besar yang mengungkap skema distribusi raksasa. Pabrik tersebut diketahui menghasilkan ribuan unit produk kosmetik setiap hari, dengan target distribusi di dalam dan luar negeri. Produk-produk ini dikemas dalam merek yang dirancang untuk menarik konsumen muda, menggunakan klaim “hasil instan” sebagai daya tarik utama.
Hasil investigasi BPOM menunjukkan bahwa produk-produk ini mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan hydroquinone, yang dilarang penggunaannya dalam kosmetik tanpa pengawasan ketat. Dalam wawancara dengan Taruna Ikrar diungkapkan bahwa pabrik semacam ini sering kali menggunakan jalur distribusi berbasis e-commerce untuk menjangkau konsumen.
“E-commerce menjadi tantangan besar karena pelaku dapat dengan mudah menyembunyikan identitas dan memasarkan produk secara luas. Bahkan, mereka sering kali berpindah platform untuk menghindari pelacakan,” ujar Taruna saat ditemui di kantornya, Senin (20/1/2025).

Potensi Ekonomi Hitam: Omset Triliunan Rupiah

Investigasi BPOM menemukan bahwa jaringan distribusi skincare ilegal memiliki potensi omset hingga ratusan triliun rupiah per tahun. Nilai ini berasal dari tingginya permintaan produk kecantikan di Indonesia yang tumbuh hingga 6,9% per tahun, berdasarkan laporan Euromonitor International.
BACA JUGA:
Catatan Menginspirasi Meutya Hafid: Dari Ancaman Senjata di Irak hingga Menjadi Menteri Era Digital
Konsumen Indonesia, terutama kaum muda, sering kali tergoda oleh harga murah dan janji hasil cepat tanpa menyadari bahaya produk ilegal ini. Taruna Ikrar mengungkapkan bahwa peredaran kosmetik ilegal merugikan negara tidak hanya dari segi kesehatan masyarakat tetapi juga melalui potensi hilangnya pendapatan pajak.
“Jika produk ini dijual secara legal dengan pajak yang dibayarkan, negara akan mendapatkan pemasukan besar yang dapat digunakan untuk pembangunan. Namun, kenyataannya, pelaku ilegal memanfaatkan celah hukum untuk keuntungan pribadi,” tegasnya.

Bahaya Kesehatan yang Mengintai

Produk skincare ilegal sering kali mengandung bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek jangka panjang pada kesehatan. Berdasarkan data BPOM, lebih dari 40% produk kosmetik ilegal yang disita antara Januari 2023 hingga Desember 2024 mengandung bahan seperti: Merkuri, yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal, kerusakan sistem saraf, dan kanker. Hydroquinone, yang meskipun efektif untuk memutihkan kulit, dapat menyebabkan iritasi, hiperpigmentasi, dan bahkan kanker kulit jika digunakan tanpa pengawasan medis. Steroid, yang memberikan efek instan tetapi dapat menyebabkan penipisan kulit dan gangguan hormonal.
Salah satu korban produk ilegal, sebut saja Maya (25), mengisahkan pengalamannya menggunakan produk pemutih kulit yang dibeli dari e-commerce. “Awalnya kulit saya memang terlihat cerah dalam seminggu, tapi setelah itu muncul bercak hitam yang sulit hilang. Setelah diperiksa dokter, ternyata produk itu mengandung merkuri,” ujar Maya, ditemui di salah satu apartermen di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Tantangan Penegakan Hukum

Meski BPOM telah menunjukkan komitmen tinggi dalam memberantas skincare ilegal, proses hukum terhadap pelaku sering kali menjadi kendala. Hukuman ringan bagi pelaku produksi dan distribusi produk ilegal tidak cukup memberikan efek jera. “Banyak pelaku yang hanya dijatuhi hukuman denda ringan atau kurungan singkat. Ini tidak menimbulkan efek jera,” ujar Taruna Ikrar.
Menurut Taruna Ikrar, BPOM akan meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara BPOM, aparat penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. “Kasus kosmetik ilegal sering kali dipandang sebagai pelanggaran ringan, padahal dampaknya sangat serius. Dibutuhkan regulasi yang lebih tegas dan koordinasi lintas sektor yang kuat,” ujar Taruna.

Masa Depan Penanganan Skincare Ilegal

Dalam upaya memberantas skincare ilegal, BPOM berencana untuk memperkuat kolaborasi dengan platform e-commerce dan meningkatkan kesadaran konsumen dengan mengajak influencer skincare melakukan kampanye edukasi masif. Taruna Ikrar juga menyerukan perlunya revisi undang-undang terkait kosmetik untuk memberikan hukuman yang lebih berat bagi pelaku.
“Kami tidak hanya ingin melindungi masyarakat dari produk ilegal tetapi juga menciptakan iklim usaha yang sehat bagi industri kosmetik legal, khususnya brand lokal,” ujar Taruna.
BPOM juga mendorong masyarakat untuk lebih proaktif dalam memverifikasi izin edar produk melalui aplikasi resmi Cek BPOM. Konsumen diharapkan menjadi benteng pertama dalam melawan peredaran kosmetik ilegal.
Peredaran skincare ilegal di Indonesia bukan hanya ancaman kesehatan tetapi juga persoalan ekonomi yang kompleks. Dengan nilai pasar yang mencapai ratusan triliun rupiah, jaringan kosmetik ilegal tidak dapat dianggap remeh. Dibutuhkan sinergi kuat antara BPOM, penegak hukum, dan masyarakat untuk memutus rantai distribusi produk ilegal ini.
“Hanya dengan langkah kolektif, konsumen dapat terlindungi dari bahaya produk ilegal, sekaligus mendukung pertumbuhan industri kosmetik legal yang lebih transparan dan bertanggung jawab,” pungkas Taruna.

(akbar endra – AE)