menitindonesia, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi memberlakukan tarif impor sebesar 32% untuk produk asal Indonesia, sebagai bagian dari kebijakan balasan dagang terhadap mitra-mitra yang dianggap merugikan perekonomian AS. Indonesia masuk dalam daftar negara yang dikenai tarif tinggi, bersanding dengan China, Vietnam, dan Taiwan.
Langkah ini diumumkan langsung melalui situs resmi Gedung Putih pada Kamis (3/4/2025), dan disorot oleh berbagai media internasional, termasuk The New York Times.
Menurut Trump, keputusan ini dipicu oleh sejumlah kebijakan dagang Indonesia yang dianggap merugikan AS. Salah satu yang paling disorot adalah tarif 30% yang dikenakan Indonesia terhadap etanol asal AS—jauh lebih tinggi dibandingkan tarif 2,5% yang dikenakan AS atas produk serupa dari Indonesia.
Tak hanya soal etanol, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga menjadi sasaran kritik. Trump menuding bahwa TKDN dan aturan terkait perizinan impor membuat akses produk AS ke pasar Indonesia makin sulit.
“Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih,” kata Trump.
Indonesia Jadi Target, Perang Dagang Meluas
Indonesia kini menjadi satu dari lebih dari 100 negara yang terkena imbas dari langkah tarif agresif Trump. Negara-negara lain yang juga dikenai tarif tinggi meliputi China (34%), Vietnam (46%), Kamboja (49%), Taiwan (32%), India (26%), dan Korea Selatan (25%).
Gedung Putih menyebut negara-negara ini memiliki surplus perdagangan besar terhadap AS, yang disebut telah menyebabkan defisit neraca dagang bagi Negeri Paman Sam. Tarif tinggi dianggap sebagai cara Trump “mengoreksi” ketimpangan tersebut.
Langkah ini diprediksi akan memicu ketegangan diplomatik baru dan berdampak pada arus ekspor Indonesia ke pasar AS. Pemerintah Indonesia sendiri tengah menyiapkan delegasi untuk melakukan negosiasi langsung, sambil mengevaluasi berbagai kebijakan strategis guna meredam dampaknya.
Dengan situasi global yang semakin kompleks, Indonesia kini berada di persimpangan antara menjaga kedaulatan kebijakan ekonomi domestik dan merespons tekanan global dari mitra dagang terbesar dunia.