Tragis, Seorang Pria di Maros Tewas Tertikam Badik Sendiri Saat Mangaru

Tim Inafis Polres Maros bersama Reskrim Polsek Mandai melakukan olah TKP di salah satu rumah warga di Desa Bonto Matene, Kecamatan Mandai. (Ist)

menitindonesia, MAROS – Momen pernikahan yang seharusnya diliputi kebahagian, berubah menjadi duka. Seorang pria bernama Risal (33) tewas tertusuk badik miliknya sendiri saat melakukan prosesi adat Mangaru di acara Mappaci pernikahan salah seorang warga di Desa Bonto Matene, Kecamatan Mandai, Maros pada Rabu (23/4/2025) malam.
Dalam video yang beredar luas di media sosial, terlihat momen-momen terakhir Risal. Ia tampil dengan gagah, menghentak lantai dengan pekikan khas Mangngaru sebagai sebuah prosesi adat penghormatan kepada mempelai yang sarat makna keberanian.
Namun di tengah semangat yang membuncah, tubuh Risal tiba-tiba terhuyung lalu tersungkur. Ujung badik yang ia genggam menembus sisi kanan dadanya.
Oleh warga, Risal segera dilarikan ke RSUD dr. La Palaloi Maros untuk mendapatkan penanganan medis. Namun sayang, nyawanya tak tertolong akibat luka tusukan yang menyebabkan pendarahan hebat.

BACA JUGA:
Suami Hantam Istri Pakai Barbel Hingga Tewas, Gegara Marah Disuruh Cari Kerja

Keesokan harinya, Kamis (24/4), jajaran Polsek Mandai melakukan olah tempat kejadian perkara dan mengamankan sejumlah barang bukti serta memeriksa saksi-saksi yang berada di lokasi.
“Kami sudah melakukan olah TKP dan berkoordinasi dengan Polres Maros dan tim Inafis turut diturunkan ke lokasi,” kata Kanit Reskrim Polsek Mandai, IPDA Radius Lulun Bara.
Lebih lanjut, ia juga mengimbau kepada warga untuk tidak lagi menggunakan senjata tajam apapun saat melakukan prosesi mangaru karena sudah banyak yang menjadi korban.
“Kami juga mengimbau kepada masyarakat tidak lagi mengulangi hal seperti ini untuk mencegah terulangnya kejadian serupa,” ujarnya.

BACA JUGA:
Dinilai Berprestasi dan Berdedikasi, Kapolres Maros Beri Penghargaan ke Anggotanya Hingga Kepala Desa

Keluarga korban pun tak bisa menyembunyikan kesedihan. Baharuddin, kerabat dekat, mengatakan, Risal bukanlah orang baru dalam tradisi mangaru itu. Setiap ada pernikahan dia selalu tampil memukau. Namun, kali ini takdir berkata lain.
“Tradisinya memang seperti itu, Pak. Tapi tidak semua orang menikam tubuh. Hanya yang betul-betul mengerti yang melakukannya. Beliau ini sudah dibilang ahli,” ucap Baharuddin.
Tragisnya, ini bukan kali pertama tradisi Mangaru menelan korban jiwa. Pada Bulan Oktober 2024 lalu, seorang remaja 18 tahun di Kabupaten Pangkep juga tewas setelah tertusuk badik dalam prosesi serupa.
Meski berkali-kali memakan korban, tradisi ini tetap digelar di hampir setiap pesta pernikahan warga di Sulawesi Selatan. Hal inipun menyisakan tanda tanya, sampai kapan tradisi ini terus dibiarkan berjalan tanpa regulasi dan pengawasan yang ketat?