Presiden Prabowo saat berpidato di depan sidang umum PBB. (ist)
menitindonesia, NEW YORK – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyerukan dunia untuk menolak doktrin klasik Thucydides “the strong do what they can, the weak suffer what they must” dalam pidatonya pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9).
Menurut Prabowo, PBB dibentuk justru untuk memastikan keadilan bagi semua bangsa tanpa membedakan kuat atau lemah.
“Kita harus menolak doktrin ini. PBB ada untuk menolak doktrin ini. Right cannot be might. Right must be right,” tegasnya di hadapan para pemimpin dunia.
Prabowo menekankan pentingnya persatuan umat manusia terlepas dari perbedaan ras, agama, dan kebangsaan.
Ia mengingatkan perjalanan panjang Indonesia keluar dari kolonialisme, penindasan, dan kemiskinan, serta peran PBB dalam mendukung kemerdekaan dan pembangunan awal Indonesia.
Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan kesiapan Indonesia memperkuat kontribusi pada misi perdamaian dunia.
Ia menyatakan Indonesia siap mengirim 20 ribu pasukan penjaga perdamaian PBB ke berbagai wilayah konflik, termasuk Gaza, Ukraina, Sudan, dan Libya. Indonesia juga akan menambah kontribusi finansial untuk mendukung operasi perdamaian.
Selain isu perdamaian, Prabowo menyoroti capaian Indonesia di sektor pangan. Ia menyebut produksi beras tahun ini mencapai rekor tertinggi dan sebagian telah diekspor ke negara-negara yang membutuhkan, termasuk Palestina.
Indonesia, kata Prabowo, bertekad menjadi lumbung pangan dunia dan memperkuat pertanian cerdas iklim serta rehabilitasi 12 juta hektare lahan kritis.
Terkait perubahan iklim, Presiden mengingatkan ancaman kenaikan permukaan laut di Jakarta yang mencapai 5 sentimeter per tahun.
Untuk itu, pemerintah berencana membangun tanggul laut raksasa sepanjang 480 kilometer serta menargetkan net zero emission sebelum 2060.
Prabowo juga menyoroti krisis kemanusiaan di Gaza dan menyerukan penyelesaian konflik melalui solusi dua negara bagi Palestina dan Israel.
“Perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan tidak boleh menjadi hak istimewa segelintir negara, tetapi hak seluruh umat manusia,” ujarnya.
Mengakhiri pidatonya, Prabowo mengajak para pemimpin dunia menunjukkan kebijaksanaan dan kerendahan hati demi masa depan bersama.
“Kita harus melanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang harus kita tuntaskan bersama,” tutupnya.