menitindonesia, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam Pasal 27 Ayat 2 PP itu, tercantum bahwa bila ada perusahaan BUMN yang merugi, maka direksi haruslah bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Hal ini merupakan bentuk kewajiban direksi sebagaimana dituliskan dalam Ayat 1.
“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),” bunyi pasal itu sebagaimana dikutip Menit Indonesia, Rabu (15/6/2022).
Bahkan, dalam Pasal 27 ayat 3, Direksi BUMN yang mengalami kerugian tersebut, dapat dituntut di pengadilan.
“Atas nama Perum, Menteri dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perum,” tulis pasal itu.
Meski begitu, ada beberapa situasi dimana Direksi tidak dituntut untuk bertanggung jawab. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 27 Ayat 2A/ yang berbunyi sebagai berikut:
2a ) Setiap anggota Direksi tidak dapat dipertanggungiawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan Pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan Pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Sementara itu, menanggapi PP tersebut, Ketua Forum Anti KongKalikong (FAKK), Ahmad Mabbarani, mengatakan PP ini bisa menjadi alasan aparat penegak hukum memeriksa Dirut BUMN yang selalu rugi perusahaannya.
Karena kalau BUMN terus menerus merugi, harus benar-benar diaudit. Misalnya, dia mencontohkan, PLN yang selalu dirundung kerugian, sementara konsumen PLN tidak pernah ada yang menunggak bayar tarif listrik.
“Kan heran, kalau konsumen tidak bisa nunggak bayar tarif listrik, lantas PLN terus dibilang rugi. Malah tarif listrik selalu naik diam-diam. Kan anomali. Mungkin biaya operasionalnya terlalu tinggi, termasuk beban gaji direksinya yang fantastis?” sindir Ahmad Mabbarani.
Dia menambahkan, hal serupa terjadi dengan BUMN Pertamina. Kata dia, Juga selalu dikabarkan rugi, sementara harga BBM terus naik dan gaji direksinya, juga sangat fantastis.
“Kalau PLN dan Pertamina masih diumumkan selalu rugi, sebaiknya Direksinya langsung saja ditangkap oleh penegak hukum, karena patut diduga, dalam manajemennya terjadi praktik kongkalikong yang mengakibatkan kerugian pada perusahaan,” pungkasnya. (roma)