menitindonesia – ESKALASI politik semakin kencang dan ‘miring’, politik mulai dipersepsi negatif. Generasi sekarang seakan-akan melihat politik itu menyeramkan. Padahal, secara hakiki, politik itu sesuatu yang mulia. Yang membuat seram, karena yang cepat viral di politik adalah keserakahan dan kelakuan buruk politisi.
Politisi yang serakah cenderung hanya menginginkan kekayaan dan mengejar kekuasaan atau sumber daya lebih dari yang seharusnya, tanpa memperhatikan kebutuhan atau kesejahteraan rakyatnya.
Dalam dunia politik, kehadiran orang-orang serakah berdampak terhadap rusaknya masyarakat, bangsa dan negara. Sifat serakah para politisi dan pemimpin yang memprioritaskan kepentingan pribadi di atas kepentingan bangsa (umum) telah menghasilkan kegtidakadilan, korupsi dan ketimpangan sosial yang semakin menganga.
Sekarang, kita sudah mulai muak dengan kehadiran “orang-orang serakah” itu yang terus menerus berupaya mengambil alih semua urusan negeri ini. Mulai dari menentukan pemimpin hingga mengelola sumber daya alam yang terkandung di dalam perut ibu pertiwi.
Orang-orang serakah dalam politik ditandai oleh ketamakan yang tak terpuaskan dan keinginan untuk memperoleh kekayaan, kekuasaan atau pengaruh yang lebih besar. Mereka cenderung mengabaikan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat. Yang mereka pikirkan hanya satu: menggunakan kekuasaan untuk kepentingan mereka.
Dampak Korupsi
Salah satu dampak yang paling merusak dari politik orang-orang serakah itu ialah korupsi. Mereka terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan dan penerimaan suap, yang merugikan masyarakat secara ekonomi dan sosial.
Korupsi juga menghambat pembangunan, memperburuk ketimpangan sosial dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Nah, saya ingin menyebutkan beberapa catatan soal kerusakan yang diakibatkan oleh politik orang-orang serakah.
Pertama, terjadinya ketimpangan sosial dan ekonomi. Orang-orang serakah cenderung memperkaya diri sendiri dan kelompok kecil mereka, sementara meninggalkan sebagian besar masyarakat dalam kemiskinan dan ketidakadilan.
Ini jelas-jelas mengakibatkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang tajam, di mana hanya segelintir saja orang yang menjadi penikmat kekayaan dan keuntungan, sementara mayoritas menderita.
Kedua, politisi serakah seringkali memanipulasi kekuasaan, menggunakan kekuasaan secara otoriter dan memanipulasi sistim politik untuk mempertahankan kendali mereka. Undang-undang dibuat atas kepentingan golongan mereka (baca oligarki politik dan ekonomi), bukan untuk kepentingan masa depan bangsa.
Politik orang-orang serakah selalu ingin mempertahankan kendali mereka, menekan oposisi politik, membatasi kebebasan berbicara dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Politik orang serakah lebih suka mengumpulkan para jongos untuk dijadikan penikmat kekuasaan yang semu.
Adanya penikmat yang bermental jongos di bawah kendali para politisi serakah itu, akhirnya menghambat partisipasi publik dan politik yang ideal. Hal ini, selain menghambat partisipasi politik masyarakat, juga mempersempit ruang-ruang demokrasi dan membunuh akal sehat.
Diskusi politisi serakah dilakukan di ruang sempit kekuasaan bersama para jongos dan penikmatnya, yang hanya membicarakan tentang orang dan agenda pribadi. Tak ada dialektika tentang ide-ide brilian apalagi gagasan tentang bangsa ini ke depan. Semua ingin berkuasa dan menguasai sumber daya yang ada!
Ketiga, kehadiran orang-orang serakah dalam politik sering kali berdampak buruk pada lingkungan dan sumber daya alam. Mereka cenderung mengeksploitasi sumber daya alam tanpa pertimbangan tentang keberlanjutan atau keseimbangan ekologis.
Saya ingin menggaris bawahi, bahwa tindakan ini dapat merusak lingkungan, mengancam keberlanjutan masa depan dan, tentu saja, mengorbankan kepentingan generasi akan datang.
Itulah dampak yang ditimbulkan atas kehadiran orang-orang serakah yang berhasil merebut pengaruh politik yang kuat. Dampaknya merusak masyarakat dan negara: maraknya korupsi, ketimpangan sosial dan ekonomi, manipulasi kekuasaan dan eksploitasi sumber daya alam kita.
Sebagai warga bangsa, solusi yang paling tepat ialah, membangun kembali kesadaran politik masyarakat kita agar bisa berpartisipasi menentukan arah bangsa ini ke depan. Langkah paling strategis yang harus dilakukan adalah: moment Pemilu 2024, memilih yang tepat dan menghadirkan pemimpin yang berkepribadian. (*)