menitindonesia, JAKARTA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, berandai-andai, jika ia di posisi Gibran Rakabuming Raka, dirinya tidak akan maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengabulkan sebahagian permohonan Pemohon.
Dia menilai keputusan MK terkait revisi pasal 169 huruf q itu, yang mengatur batas usia minimal capres-cawapres, menimbulkan kontroversi berkepanjangan, sehingga lebih baik jika kesempatan maju sebagai cawapres tidak diambil oleh putra sulung Presiden Joko Widodo itu.
Untuk diketahui, PBB, partai yang dipimpin oleh Yusril, salah satu parpol anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Prabowo Subianto. Sementara, Gibran yang kini menjabat Wali Kota Solo, santer disebut-sebut sebagai bakal cawapres pasangan Prabowo Subianto yang diusung oleh KIM.
Menurut Yusril, keputusan MK yang memberi peluang kepada Gibran untuk menjadi cawapres itu menjadi kontroversi di tengah ranah publik saat ini dan di kemudian hari. “Maka dengan jiwa besar saya tidak akan memanfaat keputusan ini, saya akan memutuskan tidak akan maju,” kata Yusril Uhza Mahendra kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Kalau sikap itu dilakukan Gibran, lanjut dia, akan menunjukkan sikap jiwa besar dan seorang negarawan. “Saya kira semua orang akan memberi hormat setinggi-tingginya karena sudah diberi kesempatan dia nggak mau menggunakan. Artinya dia berjiwa besar dan dia seorang negarawan,” ujar Yusril.
Minta Gibran Lakukan Perubahan Radikal Wacana Cawapres
Sementara itu, secara terpisah, peneliti pada Yayasan Lembaga Kajian Pembangunan (LKP) Muhammad Asrul Nurdin, S.Pd., saat diminta komentar media ini, menyarankan agar Gibran melakukan perubahan radikal wacana cawapres yang dikembangkan saat ini, berani menolak tawaran menjadi cawapres karena masih ingin mengabdi sebagai kepala daerah, apalagi masih banyak tokoh senior lainnya yang lebih pas berpasangan dengan capres.
“Kalau itu dilakukan, seluruh negeri akan mengelu-elukan Mas Gibran, karena menunjukkan kebesaran jiwanya untuk tidak mengambil kesempatan itu,” ujarnya.
Muhammad Asrul menambahkan, jika Gibran benar-benar tidak menjadi cawapres karena alasan keputusan MK itu kontroversial, rakyat akan mengelu-elukan kenegarawanan Presiden Jokowi dan keluarganya. “Ini akan dikenang sebagai legacy hingga banyak dekade ke depan,” jelasnya.
Selain itu, kata Muhammad Asrul, approval rating Jokowi juga akan naik hingga menembus 90 persen. “Nah, ini yang akan jadi modal Pak Jokowi memberikan endorstmen kepada pasangan yang dinilainya paling pas untuk memimpin negeri ini selanjutnya,” tandasnya. (AE)