Dugaan Kejahatan Fraud oleh Direktur Utama BNI, KPK Diminta Tindak Tegas

FOTO: Dirut BNI, Royke Tumilaar. (ist)

menitindonesia, JAKARTA – Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar diduga terlibat dalam kasus kejahatan Fraud. Dugaan ini disampaikan Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pratama yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa dan menangkap Royke.
“Dugaan penipuan yang melibatkan PT Lunnaria Annua Teknologi atau KinWorks, platform fintech peer to peer lending (P2P), telah menemui titik terang dimana kasusnya saat ini sedang diproses Polda Metro Jaya,” kata Haris saat orasi di depan puluhan massa pengunjuk rasa di Gedung KPK di Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta, Jumat (13/12/2024).

BACA JUGA:
Di Balik Suksesnya Acara HUT Golkar ke-60, Ada Sari, Ketupat Yang Hamble

Haris dan para pengunjuk rasa mendesak KPK segera memeriksa dan menahan Royke Tumilaar atas dugaan kejahatan fraud dan penipuan.
Sebelumnya, Michael Timothy Hardjadinata dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas tuduhan penipuan karena diduga melakukan penyelewengan dana.
BACA JUGA:
Tahun Depan Timnas Bakal Dana Segar Dari Pemerintah Nilainya Rp 227 Miliar
CEO MTH Corp yang merupakan salah satu peminjam atau borrower itu diduga melakukan penipuan dengan data KTP palsu sehingga bisa mendapat pinjaman sebesar Rp365 miliar dari Koin P2P KoinWorks. Tak hanya itu, dari total pinjaman Rp 365 miliar, Michael hanya mengembalikan Rp75 miliar.

BNI Bantah Tuduhan Haris

Sementara itu, Corporat Secretary BNI Okki Rushartomo membantah tuduhan Haris atas dugaan Royke Tumilaar terlibat Farid. Dia mengungkap informasi dugaan keterlibatan BNI dalam pembiayaan usaha Michael Timothy Hardjadinata melalui KoinWorks tidak benar dan menyesatkan.
“Kami tidak menyalurkan kredit kepada KoinWorks,” kata Okki dalam keterangan resminya, dikutip dan diterima Jumat (13/12/2024).
Ditegaskan Okki, pernyataan yang menyebutkan keterlibatan BNI dalam pembiayaan usaha Michael Timothy melalui KoinWorks tidak berdasar serta berpotensi merusak nama baik individu maupun reputasi perusahaan.
BNI meminta dengan tegas untuk berhenti menyebarluaskan informasi yang tidak akurat.
(AE)