Transformasi BPOM: 5 Langkah Strategis Taruna Ikrar dalam 100 Hari Pertamanya

Kepala BPOM RI, Prof. Taruna Ikrar menegaskan komitmen terhadap transparansi dan pelayanan informasi, guna memenuhi kebutuhan publik terkait pengawasan obat dan makanan. (ist)

menitindonesia, JAKARTA – Seratus hari pertama kepemimpinan Taruna Ikrar sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi tonggak penting dalam reformasi pengawasan obat dan pangan di Indonesia. Sejumlah kebijakan strategis diterapkan untuk memperkuat regulasi, mempercepat perizinan, serta menekan harga obat agar lebih terjangkau bagi masyarakat.
Taruna Ikrar menjelaskan, bahwa dalam periode ini, BPOM berfokus pada peningkatan standar pengawasan global, optimalisasi bahan baku obat dalam negeri, serta efisiensi sistem perizinan.
BACA JUGA:
Unhas dan UICI Jalin Kerja Sama Budidaya Padi Ramah Lingkungan, Dukung Mitigasi Iklim
“Langkah-langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperkuat sektor kesehatan nasional dan meningkatkan daya saing industri farmasi Indonesia di pasar internasional,” kata Taruna kepada Jurnalis media ini, Rabu (12/2/2024) .

BPOM Menuju Pengawasan Berstandar Global

Saat ini, lanjut Taruna, BPOM terus berupaya memperkuat regulasi dan pengawasan agar sejajar dengan otoritas global. Menurut Taruna, salah satu langkah utama yang ditempuh adalah mendorong pengakuan dalam WHO Listed Authority (WLA), yang akan membuka peluang lebih besar bagi produk farmasi Indonesia untuk bersaing di pasar internasional.
Selain itu, BPOM mempertahankan keanggotaan dalam Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S), sebuah mekanisme yang memastikan regulasi farmasi nasional sesuai dengan praktik manufaktur terbaik dunia. “Langkah ini bertujuan untuk menjamin obat dan makanan yang beredar di Indonesia memenuhi standar internasional dan tetap kompetitif di pasar global,” ujar Taruna yang juga dikenal sebagai ilmuwan dunia itu.
BACA JUGA:
Rapat Komisi III DPR: Evaluasi Anggaran Dadakan, Kemenkeu Terbitkan Surat Edaran
Taruna menegaskan bahwa reformasi ini dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap produk farmasi Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas laboratorium, sertifikasi tenaga ahli, serta penyusunan regulasi berbasis bukti agar pengawasan semakin efektif dan kredibel.

Menekan Harga Obat dengan Optimalisasi Bahan Baku Lokal

Tingginya harga obat masih menjadi tantangan besar bagi masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, menurut Taruna BPOM mendorong pemanfaatan bahan baku obat (BBO) produksi dalam negeri, yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat industri farmasi nasional.
Salah satu langkah yang diambil adalah menginisiasi Business Matching, sebuah forum yang mempertemukan peneliti, industri farmasi, dan akademisi untuk mendorong hilirisasi riset dan pengembangan obat berbasis bahan alam. Langkah ini tidak hanya bertujuan menekan biaya produksi obat, tetapi juga mempercepat inovasi di bidang farmasi dengan menggandeng berbagai pihak terkait.
Menurut Taruna Ikrar, keberhasilan industri farmasi nasional dalam mengembangkan bahan baku lokal akan memberikan dampak besar bagi ketersediaan obat yang lebih murah dan berkualitas. Ia menekankan bahwa BPOM akan terus mendorong sinergi antara akademisi, industri, dan pemerintah dalam pengembangan produk farmasi berbasis bahan alam yang potensial.

Keamanan Obat dan Pangan Diperkuat

Di bidang keamanan, BPOM menerapkan sejumlah inovasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap obat dan pangan. Salah satu langkah yang sudah mulai diterapkan adalah sistem E-Labelling, yang menggantikan brosur konvensional dalam kemasan obat dengan pelabelan elektronik. Hingga saat ini, 276 produk dari 37 industri farmasi telah menggunakan sistem ini, yang diharapkan dapat memberikan informasi lebih cepat dan akurat kepada konsumen.
IMG 20250213 WA0001
Prof. Taruna Ikrar turun langsung ke lapangan untuk memastikan keamanan obat dan makanan, menjamin kualitas serta perlindungan bagi masyarakat.
BPOM juga memperkenalkan mekanisme Special Access Scheme (SAS), yang memungkinkan percepatan impor obat-obatan untuk kondisi darurat. Salah satu contoh penerapan skema ini adalah proses pengadaan vaksin Monkeypox (Mpox) yang dilakukan dalam waktu singkat guna memenuhi kebutuhan mendesak di Indonesia.
Langkah lain yang dilakukan adalah penguatan sistem pengawasan di lapangan, termasuk peningkatan koordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa produk farmasi dan pangan yang beredar telah memenuhi standar keamanan yang ditetapkan.

Percepatan Perizinan dan Iklim Persaingan Usaha yang Sehat

Dalam upaya mempercepat pengembangan dan distribusi obat, BPOM melakukan berbagai reformasi dalam sistem perizinan. Salah satu inisiatif yang dijalankan adalah revitalisasi Komnas Penilai Obat, yang kini melibatkan akademisi dari berbagai universitas ternama di Indonesia. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses evaluasi obat dilakukan secara lebih transparan dan berbasis keilmuan.
Selain itu, BPOM meluncurkan program SMART CDOB, sebuah sistem percepatan penerbitan Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Dengan sistem ini, distribusi obat diharapkan dapat berjalan lebih efisien tanpa mengabaikan standar mutu yang telah ditetapkan.
Dalam aspek regulasi, BPOM turut mendukung implementasi PMK 73 Tahun 2024, yang mengatur transparansi tarif penerimaan negara bukan pajak di sektor farmasi. Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan persaingan usaha yang lebih sehat serta memberikan kepastian bagi industri farmasi dalam menjalankan bisnisnya.

Standarisasi Produk Farmasi, Suplemen, dan Kosmetik

Selain fokus pada sektor farmasi, BPOM juga melakukan reformasi regulasi di bidang suplemen dan kosmetik. Salah satu kebijakan terbaru yang dikeluarkan adalah Peraturan BPOM No. 15 Tahun 2024, yang mengatur standar suplemen kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk suplemen yang beredar di pasaran memiliki kandungan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat.
Di sektor terapi genetik dan rekayasa sel, BPOM memperbarui regulasi terkait Advanced Therapy Medicinal Products (ATMP). Regulasi ini diperlukan untuk mengatur penggunaan terapi berbasis teknologi canggih agar tetap aman dan sesuai dengan standar medis yang berlaku.
Selain itu, BPOM juga menyusun pedoman baru terkait standarisasi pangan olahan bagi UMKM. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan para pelaku usaha mikro dan kecil dapat lebih mudah memahami dan memenuhi standar keamanan pangan yang ditetapkan, sehingga produk mereka bisa lebih kompetitif di pasar.

Tantangan dan Langkah BPOM ke Depan

Meskipun telah mencatat berbagai capaian dalam 100 hari pertama, BPOM masih menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utama adalah menekan peredaran obat dan pangan ilegal, yang masih marak di berbagai daerah. Selain itu, keterbatasan jumlah tenaga pengawas juga menjadi kendala dalam memastikan efektivitas pengawasan di seluruh wilayah Indonesia.
Taruna Ikrar menegaskan bahwa BPOM akan terus meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta industri farmasi dan pangan. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh kebijakan pengawasan dapat diterapkan secara lebih efektif dan selaras dengan kebijakan nasional.
“Kami berkomitmen untuk menghadirkan sistem pengawasan yang lebih transparan dan inovatif, demi memastikan masyarakat mendapatkan produk obat dan makanan yang aman, berkualitas, dan terjangkau,” ujar Taruna Ikrar.
Dengan berbagai reformasi yang telah diterapkan, BPOM optimistis dapat mencapai standar global serta memberikan perlindungan maksimal bagi masyarakat. Ke depan, BPOM akan terus memperkuat sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan guna menciptakan ekosistem pengawasan yang lebih efektif dan efisien.

(akbar endra)