Korban Skandal Kripto EDCCash Desak Komisi III DPR: Minta Uang Kembali Lewat Restorative Justice

Ilustrasi Foto: korban skandal kripto memelas ke ke DPR agar mereka dibantu memperjuangkan uangnya kembali. (ist)

menitindonesia, JAKARTA – Puluhan korban investasi bodong EDCCash mendatangi Komisi III DPR RI untuk meminta bantuan dalam penyelesaian kasus mereka. Pertemuan itu dilaksanakan, pada Senin (17/3/2025).
Para korban, yang tergabung dalam paguyuban Mitra Bahagia Bersama, berharap kasus ini dapat diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (keadilan restoratif) agar kerugian mereka segera dipulihkan.
BACA JUGA:
KPK Bongkar Suap DPRD OKU: Pokir Diubah Jadi Proyek Fisik Senilai Rp40 Milyar
Rapat dengar pendapat ini berlangsung di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman. Hadir pula dalam rapat ini Jampidum Kejaksaan Agung (Kejagung) Asep Nana Mulyana dan Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf.

Korban EDCCash Minta Kasus Diselesaikan dengan Restorative Justice

Kuasa hukum paguyuban korban, Siti Mylanie Lubis, mengungkapkan bahwa meskipun Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri masih menyelidiki kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam skandal EDCCash, para terdakwa justru mengajukan permohonan damai.
BACA JUGA:
Kasus Pemerasan: Polda Metro Siap Hadapi Praperadilan Kedua Firli Bahuri
“Tiba-tiba terdakwa mengirimkan surat kepada ketua paguyuban, Pak Haji Mulyana, menyatakan ingin berdamai dan menyerahkan semua aset yang ada,” ujar Siti dalam rapat.
Menurut Siti, pihak korban sebenarnya lebih mengutamakan pengembalian dana dibandingkan hukuman bagi pelaku.
“Bagi korban, yang terpenting adalah bagaimana dana mereka bisa kembali, meskipun mereka menyadari tidak akan 100 persen pulih,” tambahnya.
Namun, Siti juga menyoroti adanya dugaan hambatan dalam proses hukum. Ia menyebut penyidik mendadak berubah sikap dan tidak transparan dalam memberikan daftar aset sitaan.
“Kami meminta daftar aset yang sudah disita, meminta dilakukan appraisal, karena dalam perkara TPPU, yang paling penting adalah nilai aset yang harus dikembalikan kepada korban. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan,” ungkapnya.

Polri: RJ Tidak Bisa Diterapkan Tanpa Kesepakatan Seluruh Korban

Menanggapi permintaan korban, Brigjen Helfi Assegaf menegaskan bahwa penyelesaian melalui restorative justice tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan dari seluruh korban dan terdakwa.
“Jumlah korban mencapai 2.069 orang, dan itu menjadi perhatian kami. RJ hanya bisa diterapkan jika semua korban menyetujui,” jelas Helfi.
Selain itu, Jampidum Asep Nana Mulyana menyatakan bahwa kasus ini sudah masuk ranah pengadilan, sehingga bukan lagi kewenangan pihaknya untuk memutuskan mekanisme RJ.
“Kasus ini sudah inkrah, dan ada beberapa perkara TPPU yang masih berproses. Jadi, bukan wewenang kami lagi,” ujarnya.

DPR Minta Aparat Hukum Prioritaskan Restorative Justice

Meskipun ada perbedaan pandangan dari aparat penegak hukum, Komisi III DPR tetap mendukung penyelesaian yang berpihak pada korban. DPR meminta pihak terkait untuk menindaklanjuti permohonan korban secara tuntas dan memberikan kepastian hukum.
“Komisi III DPR RI meminta Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung, dan Pengadilan untuk segera menindaklanjuti permohonan para korban EDCCash dengan mengedepankan mekanisme keadilan restoratif agar dana mereka bisa kembali,” demikian bunyi kesimpulan rapat.
(akbar endra | Menit Indonesia)