Kejari Maros Naikkan Status Kasus Pemotongan Upah Pekerja Outsourcing BPKA Sulsel ke Penyidikan

Kasi Pindsus, Sulfikar (kiri) bersama Kajari Maros, Zulkifli Said. (Hasrul)

menitindonesia, MAROS – Kasus dugaan penyelewengan pembayaran gaji tenaga outsourcing di Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan memasuki babak krusial.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros resmi menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan setelah enam bulan melakukan penyelidikan intensif.
“Sejak sebulan lalu, kasus ini sudah naik ke penyidikan,” ungkap Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Maros, Sulfikar, saat dikonfirmasi Rabu (16/4/2025).
Dalam proses penyelidikan, sebanyak 30 saksi telah diperiksa. Namun jumlah itu diperkirakan akan melonjak drastis.
“Kemungkinan saksi bisa mencapai 500 orang. Mereka terdiri dari karyawan outsourcing dan pihak perusahaan. Setelah seluruh pemeriksaan saksi rampung, kami akan lanjut ke tahap penghitungan kerugian negara bersama auditor,” jelas Sulfikar.

BACA JUGA:
Diduga Tilap Uang Pekerja, Dua Perusahaan Alih daya di BP Kereta Api Sulsel Diperiksa Kejari Maros

Kepala Kejaksaan Negeri Maros, Zulkifli Said, menambahkan bahwa kasus ini menyeret dua perusahaan penyedia jasa outsourcing, yakni PT First Security Indonesia (FSI) dan PT Cemerlang Intan Sejati (CIS).
Keduanya diduga kuat telah melakukan pemotongan bahkan menahan upah ratusan pekerja selama lebih dari dua tahun.
“Karyawan yang terdampak ada sekitar 500 orang. Mereka bekerja, tapi hak mereka tidak dipenuhi. Ada yang dipotong upahnya, bahkan ada yang tidak dibayar sama sekali,” tegas Zulkifli dalam keterangannya sebelumnya, Rabu (26/3/2025).
Ironisnya, pihak balai sempat menagih pertanggungjawaban kepada kedua perusahaan tersebut. Namun hingga kini, belum ada itikad baik dari pihak perusahaan untuk menyelesaikan pembayaran upah yang tertunda.
Zulkifli mengungkapkan, estimasi kerugian akibat praktik ini mencapai angka yang mencengangkan: sekitar Rp2 miliar.
“Ini sangat menyedihkan. Warga lokal sudah bekerja keras, tapi ternyata tidak menerima hak mereka. Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga kemanusiaan,” tandasnya.