Hatta Kainang Desak Polri Usut Tambang Ilegal di Pulau Gag: Ancaman Serius Bagi Terumbu Karang Raja Ampat

Aco Hatta Kainang, SH dari LOHPI: tambang ilegal di Pulau Gag, Raja Ampat yang mengancam ekosistem terumbu karang.
  • Aktivitas tambang ilegal di Pulau Gag, Raja Ampat, mengancam ekosistem terumbu karang dan biota laut. Pakar hukum desak Polri segera lakukan penyelidikan.
  • Ancaman Serius bagi Terumbu Karang Raja Ampat
menitindonesia, JAKARTA – Pulau Gag, bagian dari kawasan Raja Ampat yang dikenal sebagai surga bawah laut dunia, kini terancam rusak akibat aktivitas tambang. Dalam UU No. 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, disebutkan secara tegas bahwa pulau dengan luas kurang dari 2.000 km² serta memiliki ekosistem penting dan wajib dilindungi.
BACA JUGA:
Habiburokhman Gandeng Kampus dan Peradi, Revisi KUHAP Jadi Sorotan Publik
Pulau Gag, dengan luas hanya 77,27 km², memiliki ekosistem terumbu karang yang kaya akan biota laut seperti ikan kerapu, baronang, napoleon, kakap, hingga crustacea langka seperti kepiting bakau (Scylla) dan udang penaeidae. Penelitian yang dipublikasikan oleh KSK Biogama UGM mempertegas pentingnya konservasi kawasan ini.
Namun, kegiatan pertambangan dinilai telah mengancam kelestarian hayati tersebut.
IMG 20250610 WA0002 11zon
Infografis tambang ilegal Raja Ampat

Pasal 35 dan 73 UU 27/2007 Wajib Ditegakkan

Menurut Aco Hatta Kainang, SH dari Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPI), aktivitas tambang di Pulau Gag telah melanggar Pasal 35 UU No. 27 Tahun 2007 yang secara spesifik melarang kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan di pulau kecil dan wilayah pesisir. Bahkan, Pasal 73 memberikan sanksi pidana minimal 2 tahun hingga maksimal 10 tahun penjara, dan denda antara Rp2 miliar hingga Rp10 miliar bagi pelaku.
BACA JUGA:
Forum Moeda Indonesia Bela Bahlil, Sebut Isu Tambang Raja Ampat Difabrikasi
“Polri harus segera melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran ini. Aturannya jelas dan ancaman hukumannya berat,” tegas Aco Hatta dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (10/6/2025).

Yurisprudensi MA dan Putusan MK Jadi Dasar Hukum Kuat

Aco menambahkan, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung telah menetapkan berbagai yurisprudensi yang memperkuat pelarangan aktivitas tambang di pulau kecil. Dalam perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang diajukan oleh pemegang IUP PT Gema Kreasi Perdana atas aktivitas tambang di Wawonii, MK menolak uji materi Pasal 35, menegaskan perlindungan terhadap pulau kecil tak bisa ditawar-tawar.
Dengan dasar tersebut, Aco Hatta mendesak Polri agar serius dan transparan dalam membuka penyelidikan dugaan aktivitas pertambangan di Pulau Gag.
Jika Anda ingin saya bantu membuatkan infografis stylish + karikatur tokoh, silakan beri instruksi lanjutan. Saya juga bisa bantu membuat versi printable PDF/Word jika dibutuhkan.

Suara Legiastor Asal Papua

Sebelumnya, Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua, Yan Mandenas, juga angkat suara. Ia mengungkap ada indikasi kuat keterlibatan oknum aparat dan pejabat dalam membekingi aktivitas tambang ilegal, termasuk yang terjadi di Raja Ampat.
“Ini bukan lagi isu lokal, ini kejahatan terstruktur. Saya terima banyak laporan dari warga yang resah dengan aktivitas tambang ilegal, terutama di daerah-daerah sensitif seperti Raja Ampat. Dan yang menyedihkan, ada dugaan kuat keterlibatan oknum TNI, Polri, hingga pejabat pemerintah daerah,” ujar Mandenas dalam keterangannya, Minggu (8/6/2025).
Mandenas menyoroti lemahnya pengawasan negara terhadap kawasan konservasi seperti Raja Ampat. Menurutnya, tempat seindah dan sepenting itu seharusnya steril dari praktik tambang apa pun—legal apalagi ilegal. Namun kenyataan di lapangan berbeda. “Kalau ada tambang ilegal bisa eksis di kawasan seperti Raja Ampat, itu jelas bukan karena aparat tidak tahu. Pertanyaannya, siapa yang melindungi mereka?” katanya.
Pernyataan ini bukan isapan jempol. Beberapa bulan terakhir, sejumlah kelompok masyarakat sipil dan aktivis lingkungan telah bersuara soal kerusakan mangrove, tumpahan limbah, dan kegiatan eksplorasi tambang yang tak memiliki izin resmi. Namun upaya mereka sering terhenti di tengah jalan—terhadang tembok kekuasaan dan kepentingan ekonomi.
Bagi Mandenas, situasi ini tak bisa dibiarkan. Ia menegaskan bahwa keindahan dan kekayaan ekologis Raja Ampat jauh lebih berharga dari sekadar keuntungan sesaat hasil eksploitasi. “Kalau negara tidak segera turun tangan dan bersih-bersih dari dalam, bukan hanya Raja Ampat yang hancur. Kepercayaan rakyat Papua terhadap negara pun ikut runtuh,” tegasnya.
(akbar endra)