Agribisnis UNHAS Bantu Petani Barru Lawan Kemiskinan Lewat Bibit Lokal dan Modal Sosial

Tim UNHAS bersama petani Desa Lalabata, Barru, usai pelatihan agribisnis bibit unggul lokal berbasis modal sosial untuk peningkatan kesejahteraan petani.
  • Universitas Hasanuddin (UNHAS) terjun langsung ke Desa Lalabata, Barru, membangun sistem agribisnis berbasis bibit unggul lokal dan modal sosial demi meningkatkan kesejahteraan petani. Pendekatan terintegrasi ini jadi harapan baru di tengah kemiskinan pedesaan.
menitindonesia, BARRU – Di balik gemuruh deru mesin traktor dan hamparan hijau persawahan Desa Lalabata, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, hadir sebuah semangat baru yang ditanam oleh Universitas Hasanuddin (UNHAS). Melalui program Pengabdian Masyarakat, kampus ternama ini menyuguhkan solusi konkret dan berkelanjutan bagi problem klasik pertanian: kemiskinan.
BACA JUGA:
Prabowo Subianto Warning Kabinet: Yang Tak Cepat, Saya Tinggalkan!
Tim pengabdian masyarakat yang diketuai Dr. Ariady Arsal, menggandeng para pakar pertanian seperti Prof. Dr. Rahmadanih, Dr. Heliawati, dan Dr. Irmawati, mengusung misi sederhana namun bermakna: meningkatkan kesejahteraan petani melalui agribisnis bibit unggul lokal dengan pendekatan modal sosial.
“Baru kali ini kami mendapat pelatihan langsung soal seleksi benih dari para pakar,” ungkap Agus, Ketua Kelompok Tani Wajeng Pajeng, sembari menunjuk ke ladangnya yang luas. “Kehadiran kampus besar seperti UNHAS membuat kami lebih percaya diri untuk bangkit.”
IMG 20250629 WA0004 11zon e1751215175575
Dr. Ariady Arsal dari UNHAS memberikan materi agribisnis bibit unggul lokal berbasis modal sosial kepada petani Desa Lalabata, Barru.

Modal Sosial sebagai Katalis Pertanian Progresif

Berbeda dari pendekatan teknokratis semata, UNHAS menerapkan pendekatan berbasis modal sosial—menumbuhkan kepercayaan, jejaring, dan kolaborasi di antara petani, penyuluh, pemerintah, dan akademisi.
BACA JUGA:
Putusan MK Pisahkan Pemilu: Pilkada Digelar 2031, Masa Jabatan DPRD Diperpanjang!
Dalam pelaksanaan kegiatan, hadir pula mahasiswa pascasarjana yang sehari-hari berperan sebagai pelaku aktif dalam pertanian seperti Tirta dari Dinas TPH-Bun Sulsel, Andriani dari Dinas Pertanian Pangkep, serta Hamzah, Ketua Gapoktan sekaligus mahasiswa Magister Agribisnis.
Sesi awal diisi dengan pre-test yang mengungkap kenyataan: mayoritas petani Lalabata belum pernah mendapat pelatihan pemilihan benih, apalagi memiliki sertifikasi sebagai penangkar benih. Fakta ini menjadi landasan tim untuk mengadakan praktek lapangan seleksi benih, menyusur lahan padi, jagung, dan hortikultura milik petani setempat.

Pasar Petani, Problem Menahun

Meski semangat petani meningkat, tantangan pemasaran hasil tani tetap membayangi. Salah satu petani, Amat, mengeluhkan minimnya akses pasar, khususnya untuk buah pepaya yang hanya laku saat Ramadan. Sementara harga jagung masih di bawah HPP pemerintah, dan padi hanya bernilai setelah intervensi Bulog.
“Petani kami butuh kepastian harga dan pasar. Bukan hanya pelatihan, tapi keberlanjutan,” kata Tuty, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Lalabata.

Harapan untuk Kelanjutan Program

Tak sekadar transfer ilmu, program UNHAS di Barru membuka ruang untuk membangun kelembagaan tani, seperti koperasi atau usaha kelompok tani berbasis hasil lokal. Dengan memadukan keilmuan, pengalaman praktis mahasiswa, dan semangat gotong-royong masyarakat, Desa Lalabata seakan menemukan momentum kebangkitan.
“Jika program ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Desa Lalabata bisa menjadi contoh nasional pengembangan agribisnis lokal berbasis modal sosial,” tutup Dr. Ariady Arsal. (*)