Tokoh Kontoversial – Siapa yang tidak kenal dengan sosok Pramoedya Ananta Toer, sastrawan penulis buku Bumi Manusia yang sangat terkenal itu. Nah, Pram ternyata memiliki seorang adik bernama Soesilo Toer (83) yang masih hidup hingga kini. Meski ia lulusan doktor dari Uni Sovyet, ia justru memilih hidup sederhana dengan menjadi pemulung.
menitindonesia.com, JAKARTA – Sama seperti kakanya yang pernah dipenjara pada masa pemerintahan Soeharto, Soes juga pernah mendekam dalam tahanan selama 5,5 tahun karena dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia ditangkap, saat baru turun dari pesawat sepulang dari Uni Sovyet merampungkan studinya di tahun 1973.
Dilansir dari beberapa media, Soes mengaku jika Saat peristiwa G 30 S, ia masih berada di Rusia menyelesaikan studinya yang ia awali pada tahun 1962. Ia pun tidak mengerti, mengapa pemerintah kala itu mengaitkan dirinya dengan PKI yang sama sekali tidak ada hubungan dengan dirinya.
“Memang waktu itu saya ditahan dan dikumpulkan dengan beberapa tahanan politik pada peristiwa 30 September. Tapi sedikitpun saya tidak pernah terlibat dalam gerakan PKI di Indonesia,” kata Soes, Kamis (01/09/2020).
Soes memang dikenal sama seperti kakaknya, cerdas. Tak heran jika ia bisa mendapat beasiswa S2 di Universitas Patrice Lumumba dan menyabet Doktornya di Institut Perekonomian Rakyat Pelhanov di Uni Sovyet (Sekarang Rusia) kala itu. Sebagai seorang mahasiswa di negara Komunis, ia memang mendalami ajaran filsafat dan ekonomi Marxisme – Leninisme.
Usai lulus, Soes tak lantas kembali ke Indonesia karena ia memilih untuk bekerja di sana sebagai seorang penerjemah dan peneliti. Ia pun sempat bergelimang harta karena memiliki gaji yang cukup tinggi karena gelar doktoralnya itu. Setelah beberapa tahun, ia pun memilih pulang ke Indonesia, namun nahas ia justru dicebloskan ke Penjara.
Dengan status pernah dipenjara dan distigmakan terlibat PKI, Soes pun sempat kesulitan mencari pekerjaan. Namun pada tahun 1989, dia sempat menjadi rektor di salah satu perguruan tinggi di Bekasi. Kemudian tahun 1986-1991, Soes mengajar di sebuah perguruan tinggi di Jakarta.
“Saya sempat menjadi dosen. Tapi lagi-lagi mungkin karena stigma miring itu, di tahun 1991 saya tidak diberi job alias saya diminta berhenti mengajar secara halus,” urainya.
“Pulang ke Blora menikmati masa tua. Sambil benahi rumah ini, meski duit saya tidak banyak waktu itu. Rumah ini dulu juga pernah mau dibangun Pram (Pramoedya Ananta Toer) namun karena perdebatan dengan keluarga, akhirnya batal,” jelasnya.
Soesilo kini disibukkan dengan ternak kambing. Jika malam tiba, dia memulung sampah dengan mengitari jalanan di kota kelahirannya, Blora, Jawa Tengah. Alasan pria yang fasih berbahasa Inggris, Jerman dan Rusia itu cukup sederhana. Ia ingin menjadi tuan bagi dirinya sendiri.
“Kenapa saya menjadi pemulung? Dalam terminologi ekonomi pencipta nilai adalah kaum buruh dan tani, namun mereka selalu tergantung pada majikan. Pemulung itu bebas, mau kemana saja bisa sesuka hati, pengen makan enak ya kerja keras, pengen seadanya yah santai saja,” ucapnya.
Meski sudah dipenjarakan oleh pemerintah Orde Baru, pria yang juga pernah mengenyam Pendidikan militer sebagai pejuang Trikora itu, justru memilih untuk memaafkan semua peristiwa yang menimpa dirinya. Bahkan ia menolak saat Namanya mau direhabilitasi.
“Waktu itu saya jawab, nggak perlu. Hal itu belum tentu berhasil. Bahkan nama saya bisa saja semakin tersiar luas. Saya bisa memperbaiki nama baik saya sendiri. Karena memang faktanya saya tidak pernah terlibat,” ungkapnya. (Gabriel Mohammad)