Heru Widodo: KPU Barru Wajib Mentaati Rekomendasi Bawaslu, Kalau Tidak, Bisa Bermasalah

Heru Widodo - Tim Ahli Hukum Capres Joko Widodo pada Pilpres 2020. (Foto: Istimewa)
Administrasi calon bersoal – Terkait adanya pelanggaran administrasi salah satu Paslon, KPU Barru didesak melaksanakan rekomendasi Bawaslu. Jika tidak, komisioner KPU melanggar kode etik Pemilu. Hasil Pilkada juga bisa dianulir di MK. Konfliknya akan lebih besar jika KPU tidak tegas.
menitindonesia, BARRU – Mantan saksi ahli Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI, Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019, Dr Heru Widodo SH, M.Hum, menyampaikan pendapatnya terkait polemik salah satu paslon di Pilkada Barru 2020.
Heru menegaskan, bahwa polemik pencalonan telah mendapatkan titik terang dengan adanya rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Barru, atas terjadinya pelanggaran administrasi pemilihan terhadap masala persyaratan salah satu calon wakil bupati.
“Bawaslu dalam electoral justice system berwewenang menerima laporan dan merekomendasikan terbukti/tidaknya pelanggaran administrasi pemilihan. Adapun KPU selaku penyelenggaran dibebani kewajiban untuk mentaati rekomendasi dari Bawaslu,” tegas Heru Widodo.
Menurutnya, dalam hal terdapat rekomendasi pelanggaran dari bawaslu, tidak ada alasan bagi KPU untuk mengesampingkannya. Bahkan, kata Heru Widodo, apabila terdapat rekomendasi ataupun putusan ajudikasi dari bawaslu yang sengaja tidak dilaksanakan, pengingkaran tersebut dapat dijadikan bahan pelaporan pelanggaran kode etik ke DkPP.
Selain itu, kata dia, jika KPU Barru tidak pula mentaati rekomendasi tersebut, maka permasalahan syarat calon sebagai pelanggaran terukur tersebut. “Ini berpotensi dibawa sebagai bagian sengketa hasil di peradilan pilkada, di Mahkamah Konstitusi,”
ujar Heru Widodo, Alumni UGM yang juga dosen program doktoral dan Magister Hukum, Universitas Asy Syafiiyah Jakarta ini.
Ia juga mengingatkan, peraturan MK terbaru No 6 Tahun 2020, syarat legal standing untuk mengajukan permohonan sengketa hasil ke MK, tidak lagi menggunakan ambang batas 0,5-2%. “Maka, berlanjutnya sengketa pencalonan atas dasar pelanggaran terukur tersebut sangat potensial terjadi,” ujar Heru. #adezakaria