Mantan Menkumham Sindir KSP Moeldoko, Hamid Awaluddin: Dia Pernah Lobby JK Untuk Jadi Ketum Golkar

Hamid Awaluddin
Mantan Menkumham, Hamid Awaludin. (Foto: Ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Mantan Menteri Hukum dan HAM, Prof Dr Hamid Awaluddin, SH, MH, menyindir prilaku politik Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
“Di Indonesia memang unik model politiknya, di negara-negara lain, biasanya kolonel atau mayor mengudeta jenderal, sebaliknya di Indonesia, justru jenderal yang mengudeta mayor,”” kata Hamid Awaluddin, di Jakarta, Senin (8/3/2021).
Hamid menanggapi penetapan KSP Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Dili Serdang, Jumat (5/3) kemarin.
Melalui analisanya yang ia tulis dalam kolom Artikel Harian Kompas, Senin (8/3/2021), Hamid menganalisa bahwa perpecahan internal Partai Demokrat kali ini memang sangat berbeda dengan perpecahan internal parpol yang lain, misalnya di Golkar, hanya memperhadapkan kader-kader internal sendiri, yaitu antara Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono. Demikian juga di partai PPP dan PKB.
Sementara di Partai Demokrat, kata Hamid, yang berhadapan adalah orang dalam versus orang luar: AHY versus Moeldoko.
“AHY adalah kader partai sementara Moeldoko bukan kader partai. Setelah KLB, Moeldoko menerima mandat sebagai ketua umum. Penegasan ini kian memperteguh tuduhan terhadap dirinya bahwa Moeldoko memang merancang pengambilalihan Partai Demokrat,” kata Hamid.
Hamid mengungkapkan itu menguat lantaran Meldoko pernah ingin menjadi Ketua Umum Golkar dan sempat menghadap Jusuf Kalla untuk minta dukungan. Namun, Jusuf Kalla menutup pintu itu dengan alasan, jangan memasuki rumah orang.
“Menjadi Ketua Umum Golkar harus mengabdi dulu selama beberapa tahun sebagai pengurus,” jawab Jusuf Kalla seperti ditulis Hamid Awaluddin.
Terkait konflik ini, Hamid menyarankan agar permasalahan internal ini seharusnya diselesaikan lewat mahkamah partai sebagaimana perintah Undang-Undang Partai Politik. “Ini adalah mekanisme baku yang menjadi keharusan konstitusional para politisi,” ujarnya.
Hamid juga menjelaskan, para perancang UU membuat mekanisme tersebut agar perpecahan partai bisa diselesaikan lebih awal melalui mekanisme internal.
“Biar kemandirian partai kian terjaga, dan tidak langsung melibatkan intervensi negara,” katanya.
Lebih penting lagi, Hamid berpendapat bahwa argumentasi yuridis pihak AHY masih sangat kuat karena mekanisme penyelenggaraan KLB yang memilih Moeldoko tidak terpenuhi sama sekali, antara lain terlewatinya mekanisme usulan dari majelis kehormatan partai. Begitu juga dengan usulan pengurus daerah dan cabang yang nihil.
Mantan Dubes Rusia mengungkapnkan penilaiannya terhadap sikap Presiden Joko Widodo, apakah Jokowi merestui atau tidak gerakan Moeldoko mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari tangan AHY.
“Nanti dilihat apakah betul atau tidak, setelah hasil kongres ilegal disahkan pemerintah atau tidak,” pungkas Hamid. (andi ade zakaria)