Amnesty Internasional Desak Hentikan Pemecatan Pegawai KPK, Novel: Stigma Taliban Berhasil Ganggu Kerja Pemberantasan Korupsi

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid. (Foto dicopy dari Epaper mediaindonesia.com)

menitindonesia, JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai pemberhentian 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan suatu pelanggaran. Amnesty Internasional mendesak KPK menghentikan proses pemecatan. Lagi pula, saat ini proses penyelidikan Komnas HAM berjalan.
Usman menyebut tes wawasan kebangsaan (TWK) itu tidak sejalan dengan wawasan kebangsaan dan tidak sesuai dengan kinerja para pegawai KPK.
“Ini merupakan pelanggaran atas hak kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan yang dilakukan kepada Pegawai KPK,” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/5/2021), kemarin.
Menurutnya, pertanyaan dalam TWK memuat persoalan kepercayaan, agama, dan pandangan politik pribadi dan tidak ada hubungannya dengan wawasan kebangsaan para peserta, apalagi kompetensi mereka sebagai pegawai KPK.
“Seharusnya para pekerja itu dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya, sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional maupun hukum di Indonesia,” katanya.
Dia menganggap kalau dilakukan pemecatan terhadap 51 orang pegawai KPK, sudah melanggar hak-hak sipil sebagai pegawai dan hak mereka selaku pekerja. “Amnesty International Indonesia pun mendesak pimpinan KPK untuk tidak melanjutkan proses pemecatan 51 pegawai tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, penytidik senior KPK Novel Baswedan, di akun twiter miliknya @nazaqistsha, mengunggah video para penyidik KPK non muslim yang juga bagian 75 pegawai yang tidak lolos TWK, pada Kamis (27/5).
Dalam video tersebut, sejumlah penyidik non muslim yang dicap Taliban, ramai-ramai membantah stigma sebagai taliban. “Saya Kristen, apa dasarnya saya dibilang Taliban,” ucap Herber Nababan dalam unggahan video itu.
Novel menyebutkan dalam cuitannya tersebut, isu radikal dan taliban, adalah isu yang disematkan untuk memusuhi orang-orang yang bekerja baik di KPK.
“Isu ini cukup berhasil membuat stigma, dan mengganggu kerja pemberantasan korupsi. Maka penjelasan dalam video ini menjadi perlu disimak,” cuit Novel. (roma)