Covid, Disposisi Jinak The Great Reset

Mantan Anggota Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD)
Ostaf al Mustafa
RESET bukan kosakata yang viral, tapi sudah diserap dalam KBBI Daring dengan makna ‘set ulang’. Meski bukan diksi untuk percakapan, tapi pasti bisa dialami oleh siapa pun pemilik ponsel android. Jika ponsel mengalami gangguan pada sistem, karena sudah lama digunakan, maka tak ada opsi apapun selain ‘factory data reset’. Resikonya, data semua akan hilang hingga ke kembali ke pengaturan awal dari pabriknya. Demikian pula pada gelombang kedua pandemi covid ini, terdapat suatu sistem besar yang hendak mereset peradaban manusia. Sistem ini terdapat dalam negara melalui aturan PSBB, penebalan PPKM, PPKM Darurat hingga versi terbaru PPKM Level 4-3, dan masih akan ada lagi abreviasi baru. Intinya semua harus patuh dan membebek. Tapi ingat, belum ada itik, bebek dan unggas terpapar covid. Kita hanya perlu berada di orde ketertiban, minimal cuek bebek pada apapun maunya negara.
Kepatuhan total terutama harus dipaksakan pada ‘covid denial’ yang mengingkari pandemi ini dan tidak menggunakan prokes. Juga pada yang percaya covid, tapi tak taat prokes. Sedangkan pada percaya covid dan taat prokes, maka proses reset sudah dialami dalam kehidupan harian. Mereka semua sudah didisiplipkan di episode factory reset, reset pabrik. Hanya menunggu sentuhan akhir menunggu protokol apa lagi yang harus diloyali sambil rebahan. Lalu secara global akan terjadi The Great Reset. Ulama hingga pemuka agama akan taat pada semua protokol WHO, lalu muncullah fatwa baru yang mereset aturan shalat, hingga masjid semakin sulit dimakmurkan.
“Ketundukan ke tatanan yang mapan adalah produk kesepakatan antara, di satu sisi, struktur kognitif yang tergambar dalam tubuh oleh sejarah kolektif (filogenesis) dan sejarah individual (ontogenesis) dan, di sisi lain, struktur obyektif dunia tempat struktur kognitif ini diterapkan.” (Pierre Bourdieau, 1998:13) Pandemi ini akan dirasionalisasikan, hingga struktur kognitif yang paling kritis dalam cara berpikir pun akan tumbang. Lalu semua tubuh akan patuh tanpa syarat. Pada mulanya bagian tubuh yang harus tunduk adalah mulut dan hidung, dengan wajib memakai masker. Hingga akhirnya semua tubuh bisa dikendalikan dari jarak jauh oleh sistem The Great Reset. Masalahnya tak ada pahlawan, yang memiliki Ghost Protocol untuk melawan protokol agung itu, sebagaimana halnya sosok dalam film Mission Impossible (2011).
Alam bawah sadar akan tunduk mengalami indoktrinasi yang tidak berasal dari penataran, pelatihan bela negara, disposisi kedinasan dan sebagainya. Kita pasti akan tunduk pada singkatan-singkatan yang dibuat negara, dengan cara dilimpahi berita oksigen habis, rumah sakit penuh, tim medis berguguran, dan antrian mobil jenazah di sekitar area pemakaman khusus korban covid. “Ini adalah kesepakatan langsung dan tak terkonfirmasi secara luas (tacit agreement) ini, dalam segala hal yang bertentangan dengan kontrak eksplisit, yang menemukan hubungan ketundukan karena hasil indoktrinasi (doxic submission) yang menghubungkan kita dengan aturan yang mapan dengan semua belenggu yang terikat di alam bawah sadar.” (Pierre Bourdieau, 1998:13). Apapun serial akronim yang dikeluarkan negara dalam protokol ketaatan itu, demikianlah sengkela yang paling enteng dipasung ketika rebahan di rumah.
Jakarta, 25 Juli 2021