Mao-kah Engkau Membentuk Angkatan Keempat Setengah!

Mantan Anggota Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD)

Ostaf al Mustafa
INVESTASI China mengirim dua kekuatan utama yakni buruh dan petani. Terdapat dua sebutan petani dalam Bahasa Inggris yang umum diketahui yakni farmer dan peasant. Farmer merupakan petani bermodal besar dan memiliki lahan luas. Sedangkan peasant selain bermodal kecil, bahkan tak memiliki kapital dalam bentuk uang, juga bukan pemilik lahan. Buruh tani juga petani penggarap, termasuk kategori peasant. Sebagai contoh, bila berbelanja di Farmers Market, kemungkinan besar isinya bukan produk dari petani-petani gurem. Lagi pula hingga kini tak ada yang iseng membuat saingan berupa Peasants Market. Meski Indonesia disebut negara agraris, tapi mayoritas petani tersebut, masih terkungkung sebagai peasant. Dalam buku Mao Zedong’s Art War (1993), Liu Jikun menyebut kekuatan Mao pada workers and peasants.
Entah hendak mengulang keberhasilan Ma Zedong/Mao Tse-tung (1893-1976) dalam Revolusi Kebudayaan dan Long March, kini buruh dan petani dikirim ke Indonesia. Revolusi Kebudayaan dan Long March, dua istilah paling unggul dari sosok Pemimpin Partai Komunis China tersebut. Entah berapa jumlah buruh dan petani China ke Indonesia. Tak ada data akurat dari Dirjen Imigrasi dan Dukcapil, yang bisa memastikan seberapa banyak jiwa atau kepala mereka. Bila total mencapai ribuan atau jutaan, maka dipastikan Indonesia menjadi arena Neo Revolusi Kebudayaan dan New Long March.
Ketika pemodal China sudah berhasil menguasai kepemilikan gunung-gunung di Indonesia atau tempat-tempat tinggi yang berhutan lebat, maka pesan tertinggi kedua Pemimpin Kaum Merah ini sebentar lagi terlaksana. “Pergilah ke gunung dan belajar langsung kepada pada bandit!” Perintah Mao. (Liu Jikun, Mao Zedong’s Art War, Hai Feng Publishing Co, 1993:9). Belum bisa dipastikan, seberapa besar kekuatan bandit-bandit yang sudah dikirim terlebih dahulu ke negeri ini? Apakah para politisi Indonesia maupun pemimpin serdadu di negeri ini sudah bersekutu dengan bandit-bandit yang tidak terdata itu?
Dalam Mao Zedong’s Art War, dikisahkan Mao memberikan tiga perintah strategis dari Hunan kepada buruh dan tani yang sudah menjadi unit-unit paramiliter. Tiga pesan itu bisa terlaksana di negeri ini, tergantung apakah bangsa ini jauh lebih hebat dari musuh utama PKC yakni Kuomintang. Musim Panas 1927 Chiang Kai-shek (1887-1975) membersihkan Koumintang dari anasir-anasir komunis. Sahabat Dokter Sun Yat-sen (1866-1925) tersebut berhasil, tapi Mao unggul dalam menyamarkan kekuatan buruh dan tani. Penyamaran itu juga terjadi di Indonesia. Andai tak ada netizen yang jeli, maka tak ada informasi bagaimana mereka datang secara sembunyi-sembunyi melalui bandara, laut, sungai, hingga pemukiman mewah di pinggir pantai.
Tiga pesan terenkripsi Mao kepada unit-unit militer tani dan buruh itu yakni (1) Seluruh anggota Pasukan Pengawal Buruh dan Beladiri Tani yang sudah terdeteksi oleh Kuomintang agar segera beranjak ke gunung dan belajar langsung dari para bandit. (2) Para pasukan bersenjata yang belum diendus oleh Kumintang, agar tetap tinggal dengan identitas yang sah menurut hukum, dan menunggu kesempatan untuk mengawali pemberontakan, dan mengibarkan bendera. (3) Para buruh dan petani bersenjata yang masih lemah dan tidak terorganisasi secara baik, harus mengubur senjata mereka ke dalam tanah, membubarkan diri atau bergabung dengan unit bersenjata di bawah komando He Lon dan Ye Tin atau menemukan cara untuk bergabung dalam pasukan Koumintang, atau milisi lokal, dan mencoba merekayasa pemberontakan serta merebut senjata.
Amaran kedua Mao berhasil di Indonesia, para buruh tersebut sudah mengibarkan “bendera merah lima bintang kuning” yang diciptakan oleh Zeng Liansong (1917-1999). Pengibaran dilakukan di kompleks-kompleks pabrik, di antaranya terjadi Pulau Obi, Ternate, Maluku Utara. Mandat ketiga pernah sukses juga ketika terbentuk Angkatan Kelima, di masa kepemimpinan DN. Aidit. Arahan pertama, yang paling berbahaya, karena Mao tidak mendefinisikan bandit-bandit dari mana saja. Bila para durjana itu asli Nusantara, maka siapakah yang bisa mengatasinya? Dulu, buruh dan tani yang belajar dari para cecunguk itu memperkuat Tentara Merah. Kemudian usai revolusi, banyak yang berubah menjadi pembatak. Kala itu Mao sudah menyiapkan pesan tambahan, “Petani, habisi segenap bajingan itu!” Kini Mao-kah engkau atau berkeinginan lebih dari itu?
Jakarta, 22 September 2021