APA manfaat jadi Ketua Umum Karang Taruna setingkat provinsi? Kenapa Karang Taruna, yang dahulu kurang diperhatikan, tiba-tiba menjadi incaran para politikus? Tidak bagi Harmansyah. Anak muda yang datang di pusaran elit bertangan kosong. Ia ingin meluruskan niat berkarang taruna. Organisasi Karang Taruna, baginya bukan ajang gagah-gagahan atau sekedar menjadikannya mesin elektoral. Ia bertekad merebut Karang Taruna, untuk meluruskan niatnya.
Harmansyah lalu bertempur dengan tangan kosong, tanpa beking. Ia hanya menyampaikan keinginannya menjadi Ketua Karang Taruna dan bersedia memimpin wadah sosial ini untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Yah, Harmansyah bersedia melakukan kerja-kerja sosial dengan berjaket Karang Taruna. Ia meyakinkan sahabat-sahabatnya, kawan berdiskusinya dan teman-teman ngopinya, dari warkop ke warkop, sesekali bergeser ke lounge-lounge hotel berbintang.
Deal. Harmansyah memiliki sahabat yang tulus, bergerak dari gagasan yang cemerlang: mengambil alih kepengurusan Karang Taruna Sulsel, dan menarik potensi pemuda yang ada untuk berkarang taruna. Ia akan menjadi imam yang tertib, fokus pada kegiatan sosial, fokus membantu pemerintah mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di tengah masyarakat. Ia tak butuh popularitas, apalagi elekatabilitas.
Urusan Karang Taruna bisa ia bereskan dari meja kopi, meski tanpa udara ber AC. Konsolidasi dan koordinasi ia lakukan melalui sosial media, seperti WA dan Facebook. Meskipun ia akan berhadap-hadapan dengan politisi yang punya pamor: Harmansyah tak gentar. Ia percaya, niat tulus akan dibantu oleh Tuhan yang ia sembah! “Bantuka, kanda!” Ia mengucapnya tanpa memelas, tapi ia tulus minta dukungan!
Cukup dengan satu kata “Bismillah” Harmansyah mengumpulkan nyalinya. Ia harus menghadapi Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari yang telah mendeklarasikan diri sebagai Ketua Karang Taruna Sulsel. Tak selembar pun bulu kuduknya berdiri ketika ia harus melalui siasat yang telah disusun mantan Ketua karang Taruna Sulsel Farouk Mappaselling Beta, yang jam terbang politiknya jauh di atasnya. Aru pernah berkuasa di Kota Makassar sebagai Ketua DPRD dua Periode, juga di partai, pernah memimpin Golkar Makassar sebagai Ketua. Aru, sang maestro politik, mungkin tak mengenalnya atau sengaja mengabaikannya.
Dengan satu kata “Bismillah” Harmansyah terus melalui siasat demi siasat. Mereka punya nama dan kuasa, Harmansyah punya teman dan ia percaya kepada Tuhannya!
Singkat cerita. Ketika nama Harmansayah beradu dengan nama Andi Ina Kartika Sari, Ketua DPRD Sulsel, yang juga telah menggelar syukuran sebagai Ketua Karang Taruna Sulsel, dengan enteng, sekejap, Harmansyah bisa menyingkirkannya. Ketua Umum PN KT, Didik Mukrianto, hanya sekali berucap: Harmansyah jadi, maka jadilah. Tuhan meridhainya.
Dan dalam sekejap pula, Harmansyah mampu mengonsolidasi 319 pengurus Karang Taruna Sulsel untuk dilantik, dan menggelar pelantikannya secara wah di Hotel Claro. Di depan camera, ia berdiri tegak dengan jas birunya, menerima pataka dan sekaligus mengibarkan panji Karang Taruna Sulsel!
Semangat Harmansyah menjalar ke ratusan pengurusnya, lalu bergulir menjadi ribuan pendukung. Namanya yang tak dikenal publik mengapung sebagai tokoh arus bawah. Ia muncul dengan rendah hati dan diiringi kekuatan pertemanan yang tulus. Semua orang senang membantunya. Ucapan selamat dari para bupati pun berdatangan. Para politisi, diam-diam mengaguminya. Ada yang terang-terangan, ada yang diam-diam memupuk rasa kagumnya!
Meski orang kadang menggambarkan dirinya seperti ajudan atau menyerurupai tukang parkir, Harmansyah tak peduli. Ia percaya pada visi dan keyakinannya: orang tulus akan disukai banyak orang, orang sombong akan mudah ditaklukkan, sebab manusia yang menyukainya hanya berpura=pura!
Sekarang, tak perlu berdebat siapa Harmansyah! Dia adalah bibit manusia unggul yang tak silau dengan jabatan dan juga tak menepuk dada dengan kemewahan. Meski tanpa jabatan publik di pundaknya, para pejabat publik ingin menjadi sahabat Harmansyah. Tulus!