Luhut Binsar Panjaitan Sebut Hanya Orang Jawa Bisa Jadi Presiden, Ketua FAKK: si Opung Gagal Paham Demokrasi

Ketua FAKK, Ahmad Mabbarani. (Foto: Ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menyarankan bagi tokoh yang ingin jadi presiden namun bukan bersuku Jawa, sebaik melupakan impiannya, ditanggapi oleh Ketua Forum Anti KongKalikong (FAKK) Ahmad Mabbarani.
Menurutnya, pernyataan Luhut Binsar Panjaitan alias Opung itu, justru merendahkan suku-suku lain yang ada di Indonesia. Sebab menurut Ahmad Mabbarani, Pilpres bukan memilih pemimpin suku tetapi memilih Presiden Indonesia.
Ahmad Mabbarani juga mengatakan, bahwa statemen Opung yang menafikan eksistensi suku lain untuk dipilih, sangat berpotensi mengebiri konstitusi NKRI dan berpotensi melanggar HAM.
“Keikutsertaan warga dalam pemilihan umum (general elections) merupakan ikhtiar melaksanakan kedaulatan rakyat dan melaksanakan hak-hak azasi warga negara. Pemilu itu adalah conditio sine quanon bagi negara demokrasi modern, artinya rakyat memilih pemimpin bangsa, pemimpin negara, bukan memilih pemimpin suku,” kata Ahmad Mabbarani saat dikonfirmasi oleh media ini, Kamis (22/9/2022).
Lebih lanjut, tokoh anti korupsi ini menerangkan, bahwa untuk keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, Pilpres merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan seluruh elemen bangsa, sehingga pengelolaannya bukan berdasarkan kepentingan suku, tetapi kepentingan bangsa yang lebih basar.
Diapun menilai pernyataan Luhut Binsar Panjaitan ini sebagai statemen pejabat yang gagal paham terhadap pengelolaan negara demokrasi. “Karena, setiap orang dan setiap suku di negara demokrasi, berhak atas kesempatan yang sama untuk dipilih dan memilih sebagai pemimpin di negerinya,” ucapnya.
Ahmad Mabbarani mengingatkan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945  “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
“Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kemudian, Pasal 28D ayat (3) menentukan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan,” jelasnya.
Dengan alasan konstituisi tersebut, Ahmad Mabbarani meminta Luhut segera meminta maaf kepada suku-suku yang ada di Indonesia, dan mencabut pernyataannya.
“Sebagai pejabat negara, dia salah dan membuat pernyataan yang tidak sesuai konstitusi kita. Apalagi jelas-jelas dalam undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak pilih dalam Pasal 43: setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkap Ahmad Mabbarani.
Bahkan, Ahmad Mabbarani menuturkan jika hak pilih bagi warga negara, juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No 12 Tahun 2005 tentang International Covenant on Civil and Political Rights
“Dalam pasal Pasal 25 ICCPR  disebutkan, setiap warga negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak beralasan,” tegasnya.
Sebelumnya, melalui kanal YouTube RGTV channel ID saat berbincang dengan Rocky Gerung, yang diunggah pada hari Rabu (21/9/2022) kemarin, mengatakan saat ini tak mungkin tokoh non-Jawa terpilih jadi presiden, meski dia tak menampik beberapa puluh tahun mendatang keadaan bisa berubah.
“Kalau Anda bukan orang Jawa, pemilihan langsung hari ini, saya enggak tahu 25 tahun lagi, sudah lupain deh. Enggak usah kita memaksakan diri kita. Sakit hati, yang bikin sakit hati ya kita sendiri,” ujar Luhut. (roma)