menitindonesia – KITA sudah melaksanakan dua landasan pengelolaan negara. UUD 1945 dan UUD 1945 yang telah diamandemen. Kita sudah dapat menilai mana yang lebih baik dan tepat untuk negeri ini. Ukurannya adalah, landasan mana yang lebih mengarah kepada cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu terciptanya masyarakat yang adil dan makmur?
Yang paling menonjol dari perubahan landasan tersebut adalah sistim pemilihan presiden. Setelah mengalami transformasi demokrasi, pemilihan presiden (sebelum reformasi) dilakukan melalui MPR RI, sedang yang digunakan setelah reformasi adalah melalui sistim pemilihan Langsung.
Pemilihan presiden setelah reformasi, yang diikuti pula dengan pemilihan kepala daerah, membuat peran partai menguat tetapi bukan dalam menciptakan kader- kader pemimpin seperti lazimnya di negara yang melaksanakan model yang sama.
Idealnya partai berperan menciptakan kader pemimpin baik di tingkat pusat, lokal serta legislatif di semua jenjang.
Fakta yang terjadi setelah perubahan tersebut, menggiring partai lebih fokus kepada bagaimana mengusung calon pemimpin pusat dan daerah. Karena calon pemimpin baik pusat maupun daerah harus didukung oleh partai yang memiliki sejumlah tertentu kursi di dewan sehingga ketercukupan suara partai sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik berat dalam menyiapkan calon pemimpin. Sehingga koalisi partai yang berperan dalam penentuan calon pemimpin.
Akibat lainnya, karena dalam proses pemilihan pemimpin perlu ketercukupan suara partai, pihak pemilik modal juga terdorong memanfaatkan kesempatan berinvestasi dengan ikut membiayai transaksi ganti rugi biaya partai.
Membangun dan merawat partai memerlukan sumberdaya yang cukup besar sehingga partai yang mengusung calon pemimpin diluar kadernya terkadang memerlukan ganti rugi biaya. Belum lagi biaya kampanye jika sang calon tidak memiliki sumber daya internal yang cukup sehingga perlu dukungan pihak luar yaitu pemodal.
Ikutnya pemilik modal membiayai transaksi ganti rugi biaya partai ataupun biaya kampanye berakibat munculnya KKN, dan oligarki. Karena sebagian masyarakat kita tidak paham keterkaitan antara pemimpin yang dipilih dengan masa depan negara, praktik dalam pemilihan di lapis bawah pun berubah.
Pemilihan langsung juga jadi ajang beli suara. Akibatnya biaya pemilihan semakin membebani calon baik untuk pemilihan pemimpin pusat, lokal dan legislatif di semua jenjang.
Akibatnya begitu banyak tokoh kita di eksekutif dan legislatif yang melakukan praktik korupsi yang di duga untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan untuk ikut pemilihan atau mempersiapkan biaya untuk pemilihan berikutnya?
Dampak tersebut sangat bertentangan dengan semangat menciptakan pengelola negara yang bersih dan bebas KKN sesuai amanat Tap MPR RI No XI/MPR/1998.
Karena presiden dipilih langsung oleh rakyat sehingga MPR RI tidak lagi berwenang meminta atau menolak pertanggungjawaban presiden dan tidak berhak lagi memberhentikan presiden.
Mencermati betapa dahsyat dampak yang ditimbulkan perubahan UUD 1945 termasuk dampak pemilihan langsung, terutama munculnya KKN dan Oligarki yang dapat merusak sendi sendi kehidupan berbangsa bahkan kedaulatan negara seperti yang sangat sering di kritisi selama ini, karena itu solusi terbaik kita kembali menggunakan UUD 1945 sebagai landasan pengelolaan negara yang sudah dipersiapkan dengan seksama oleh pendiri republik ini. Kemudian dibahas secara konprehensip perbaikan yang diperlukan dalam pelaksanaannya seperti pembatasan masa jabatan presiden dua periode.
Karena itu pilihan kembali ke UUD 1945 adalah langkah yang mendesak dimana yang memilih presiden dan wakil presiden serta yang menetapkan konstitusi adalah MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang terdiri dari Anggota DPR RI, Anggota DPD RI, Utusan Daerah, Golongan termasuk Pemangku Adat yang dipilih oleh DPRD. Begitu pula penyusunan Arah dan Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah, yang menjadi keputusan Ketetapan MPR RI yang menjadi pedoman, acuan pengelolaan negara bagi siapapun yang terpilih menjadi pemimpin_.
Dengan demikian tidak ada lagi kebijakan yang terkait dengan hajat hidup orang banyak yang tidak dibahas bersama wakil rakyat, tidak ada lagi Proyek Strategis Nasional, atau kebijakan lainnya yang melibatkan asing atau yang berpeluang mengganggu kedaulatan negara yang tidak dibahas dengan wakil rakyat yang berakibat timbulnya pro kontra yang dapat menghabiskan energy pengelola negara dan masyarakat.
Bentuk pemilihan pemimpin dan penyusunan Arah dan perencanaan pengelolaan negara seperti diatas sesungguhnya sudah dirancang merupakan perwujudan Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmad Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Mari berjuang mendorong semua pihak untuk mengembalikan Konstitusi kita,
UUD RI 1945.