Diduga Sesat: Tarekat ‘Ana Loloa’ Tambahan Rukun Islam Jadi 11 dan Haji di Gunung Bawakaraeng

Dokumentasi foto, sejumlah pengikut aliran sesat naik haji di Gunung Bawakaraeng.

MUI belum mengeluarkan fatwa resmi. Masyarakat bingung, apakah rukun Islam bisa ditambahkan dan ibadah haji boleh dilakukan di Gunung Bawakaraeng? Kalau itu dilarang, mengapa Majelis Ulama Indonesia tak mengeluarkan fatwa?
menitindonesia, MAROS – Isu aliran sesat kembali mengguncang Kabupaten Maros. Aliran “Pangissengana Tarekat Ana Loloa” yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Petta Bau dianggap menyimpang oleh sebagian kalangan. Ajaran ini dianggap kontroversial karena menambahkan rukun Islam yang seharusnya berjumlah lima menjadi sebelas, serta menyatakan bahwa ibadah haji ke Mekah tidak sah, kecuali dilaksanakan di Gunung Bawakaraeng, sebuah gunung yang terletak di Malino, Gowa.
BACA JUGA:
Mengenal Ray Dalio, Konglomerat Dunia yang Dapat Kehormatan Undangan Prabowo ke Istana
Hingga saat ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum mengeluarkan fatwa terkait aliran ini. Masyarakat pun bertanya-tanya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan fatwa MUI dan bagaimana proses legitimasinya?

Apa Itu Fatwa MUI?

Menurut artikel ilmiah “Fatwa MUI tentang Aliran Sesat di Indonesia (1976-2010)” yang dipublikasikan di laman UINSU, Dimiyatri Sajari menjelaskan bahwa fatwa MUI adalah keputusan atau legitimasi dari para ulama terkait masalah keagamaan yang dianggap penting. Fatwa ini tidak serta-merta muncul, tetapi melalui mekanisme rapat Komisi Fatwa MUI yang melibatkan berbagai anggota yang berkompeten dalam bidangnya.
BACA JUGA:
Anggota Komisi D DPRD Sulsel dan Balai Pompengan Jeneberang Bahas Normalisasi Sungai Maros dan Sekitarnya
Secara lebih rinci, fatwa mengenai aliran sesat hanya bisa dianggap sah jika telah disetujui dalam rapat Komisi Fatwa. Artinya, jika ada anggota MUI yang memberikan penjelasan atau opini secara individual tanpa proses tersebut, maka pernyataan tersebut tidak dapat dianggap sebagai fatwa resmi MUI.

Kriteria Aliran Sesat Menurut MUI

MUI sendiri memiliki kriteria yang jelas mengenai ajaran atau kelompok yang dapat dianggap sesat. Pada Rakernas 2007 di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, MUI merumuskan sepuluh kriteria aliran yang dianggap sesat, yang meliputi: 1. Menolak salah satu dari enam rukun iman atau lima rukun Islam, 2. Mengajarkan akidah yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, 3. Meyakini adanya wahyu yang turun setelah Al-Qur’an, 4. Mengingkari keaslian atau kebenaran isi Al-Qur’an, 5. Menafsirkan Al-Qur’an tanpa mengikuti kaidah tafsir yang benar, 6. Menolak hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam, 7. Menghina atau merendahkan para nabi dan rasul, 8. Menolak Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, 9. Mengubah atau menambah pokok-pokok ibadah yang sudah ditetapkan dalam syariat, seperti menganggap haji selain di Baitullah sah atau meninggalkan salat lima waktu, 10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dasar yang sah.
Jika sebuah aliran memenuhi salah satu dari kriteria di atas, MUI berhak menetapkan statusnya sebagai sesat atau bahkan dianggap keluar dari Islam.

Proses Penetapan Aliran Sesat

Berdasarkan kriteria tersebut, jika sebuah kelompok atau aliran memiliki lebih dari satu penyimpangan, maka statusnya semakin dekat dengan kesesatan. MUI akan melakukan penelitian dan kajian mendalam sesuai dengan prosedur yang berlaku, untuk memastikan bahwa kelompok tersebut memang menyimpang dari ajaran Islam yang sah.
Setelah melalui proses yang cukup panjang, jika aliran tersebut dinyatakan sesat atau keluar dari Islam, individu atau kelompok yang terlibat akan dianggap murtad, yang dalam ajaran Islam berarti berstatus kafir atau kafir murtad.
Masyarakat di Maros berharap MUI terus memantau dan mengkaji kelompok-kelompok yang diduga menyimpang dari ajaran Islam, seperti halnya aliran Pangissengana Tarekat Ana Loloa di Maros.
Masyarakat diharapkan tetap tenang dan menunggu keputusan resmi dari MUI terkait fatwa yang dapat memberikan kejelasan mengenai status aliran tersebut. Dengan demikian, penegakan hukum dan pemahaman agama yang benar dapat terus dijaga di Indonesia.

(asrul nurdin)