menitindonesia, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengecam aksi teror berupa pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor redaksi Tempo. Menurut LPSK, insiden ini tidak hanya menjadi ancaman terhadap jurnalis Francisca Christy Rosana, tetapi juga terhadap kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
“Jurnalis adalah garda terdepan dalam mengungkap kebenaran dan menyuarakan aspirasi publik. Teror seperti ini bukan hanya mengancam individu, tetapi juga kebebasan pers secara keseluruhan,” ujar Wakil Ketua LPSK, Sri Suparyati, Minggu (23/3/2025).
Sri menegaskan, ancaman terhadap jurnalis harus dipandang sebagai serangan terhadap para pembela hak asasi manusia (HAM). Jurnalis memiliki peran penting dalam memantau pelanggaran HAM, meningkatkan kesadaran publik, serta mendorong transparansi.
BACA JUGA:
Paket Bangkai Tikus di Kantor Tempo, KKJ: Ini Sudah Termasuk Darurat Kebebasan Pers!
LPSK mencatat, teror terhadap jurnalis bukanlah fenomena baru. Sebelumnya, terjadi berbagai bentuk kekerasan terhadap insan pers, mulai dari pemukulan jurnalis Tempo di Surabaya, pembunuhan wartawan di Karo, Sumatera Utara, hingga pelemparan bom molotov ke kantor redaksi Jubi di Papua. Kini, pengiriman kepala babi dan bangkai tikus menambah daftar panjang intimidasi terhadap media.
“Ini adalah gambaran betapa rentannya posisi jurnalis dan pembela HAM dalam menghadapi berbagai bentuk tekanan dan intimidasi. Oleh karena itu, LPSK siap memberikan perlindungan segera setelah permohonan diajukan,” tambah Sri.
LPSK menegaskan bahwa perlindungan terhadap jurnalis harus menjadi prioritas. Bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan, telah dirancang mekanisme respons cepat untuk melindungi para pembela HAM. Langkah-langkah ini mencakup pengamanan fisik, pemenuhan hak prosedural, hingga relokasi jika diperlukan guna memastikan keselamatan jurnalis.
Selain itu, LPSK mendorong sinergi lebih erat dengan Dewan Pers guna mengidentifikasi potensi ancaman terhadap jurnalis. “Kerja sama ini penting agar setiap bentuk intimidasi dapat ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang tepat dan terukur,” kata Sri.
Sri juga mendesak aparat penegak hukum agar segera mengusut tuntas kasus teror ini. “Jangan sampai kejadian seperti ini terus berulang tanpa ada konsekuensi hukum bagi pelakunya. Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan keamanan jurnalis,” tegasnya.
Ia berharap seluruh elemen, termasuk lembaga negara, aparat penegak hukum, serta komunitas pers, dapat bersinergi dalam memperkuat sistem perlindungan bagi jurnalis.
“Perlindungan terhadap jurnalis dan pembela HAM bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi tugas bersama demi terwujudnya kebebasan pers yang sehat dan demokrasi yang kuat,” pungkasnya.