Plang sengketa dipasang ahli waris Tjoddo di Indogrosir Makassar usai somasi kedua atas lahan SHGB 21970.
Sengketa tanah Indogrosir Makassar kian panas. Ahli waris Tjoddo layangkan somasi kedua ke PT ICC, ungkap bukti alas hak palsu dan manipulasi data pajak. Simak fakta terbarunya.
menitindonesia, MAKASSAR — Perseteruan kepemilikan lahan antara PT Inti Cakrawala Citra (ICC), pengelola Indogrosir Makassar, dan ahli waris tanah Tjoddo, kian meruncing. Bahar, S.H., Kuasa Hukum ahli waris Abd. Jalali Dg. Nai, resmi melayangkan somasi kedua kepada PT ICC pada Selasa, 15 April 2025, menuntut pengosongan lahan seluas 29.321 meter persegi di Jalan Perintis Kemerdekaan Kilometer 18, Kota Makassar.
Somasi ini melanjutkan somasi pertama yang dikirimkan pada 7 April 2025, usai gagalnya mediasi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar pada 17 Maret 2025.
Dalam surat balasannya, Kuasa Hukum PT ICC dari Kantor Thomas Tampubolon & Partners, Jakarta, menegaskan bahwa kliennya membeli tanah tersebut secara sah menggunakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 21970/Pai atas nama M. Idrus Mattoreang dan kawan-kawan. Mereka juga mengklaim telah menguasai lahan secara fisik, membangun Indogrosir Makassar, serta membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara rutin.
Namun, Bahar menilai klaim itu mengabaikan fakta penting. Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan Surat Hasil Uji Laboratoris Kriminalistik No. 25/DTF/2001, dokumen alas hak yang menjadi dasar terbitnya SHGB 21970 dinyatakan “Non Identik” alias “Palsu.”
Infografis Menit Indonesia
“Dari alas hak yang palsu itu pula, empat putusan pengadilan diterbitkan. Ini jelas mencederai asas keadilan,” tegas Bahar, dikutip melalui keterangannya, Sabtu (26/4/2025).
Bukti Baru dan Ketidaksesuaian Data Pajak
Tak hanya soal alas hak, Bahar juga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam dokumen pajak lahan tersebut. Ia menyebutkan bahwa luas tanah dalam Akta Jual Beli tercatat 32.561 meter persegi, berbeda dengan yang tercatat di SHGB sebesar 29.321 meter persegi. Selain itu, pembayaran PBB oleh PT ICC tercatat berubah-ubah drastis dari tahun 2016 hingga 2021, memperkuat dugaan adanya manipulasi data.
“Bukti ini menunjukkan bahwa lahan yang dikuasai Indogrosir Makassar bukan hanya beralas hak yang tidak sah, tetapi juga mengalami perubahan data administrasi yang tidak wajar,” ungkapnya.
Lebih lanjut, hasil penyelidikan Polda Sulsel pada 26 Agustus 2022 juga menguatkan temuan tersebut, dengan menyatakan bahwa dokumen lama, yakni SHM 490/1984 Bulurokeng, sebagai referensi penerbitan SHGB, ternyata salah letak.
Kuasa Hukum Tegaskan: Tanah Harus Dikembalikan
Dalam somasi keduanya, Bahar menegaskan bahwa Abd. Jalali Dg. Nai adalah pemilik sah tanah di Kilometer 18. Ia meminta PT ICC segera mengosongkan lahan tersebut, atau pihaknya akan menempuh jalur hukum lebih lanjut.
“Jika somasi ini tetap diabaikan, kami akan melanjutkan ke tahap gugatan di pengadilan untuk mendapatkan keadilan,” ancam Bahar.
Perseteruan ini kini menarik perhatian luas publik Makassar, terutama karena menyangkut pusat perkulakan besar seperti Indogrosir. Konflik hukum ini menyoroti pentingnya ketelitian terhadap dokumen alas hak sebelum melakukan transaksi jual beli tanah berskala besar.