Prof. Taruna Ikrar menyampaikan gagasan tentang resilient vaccine ecosystem dalam forum internasional 26th DCVMN Annual General Meeting.
Ia menekankan, ketahanan vaksin nasional dibangun lewat kolaborasi, inovasi regulasi, dan kemandirian industri yang berpadu dengan standar global.
Kepala BPOM RI Prof. Dr. Taruna Ikrar memaparkan strategi membangun ekosistem vaksin tangguh dalam forum internasional DCVMN di Bali. Indonesia bersiap menjadi WHO-Listed Authority (WLA) dengan regulasi setara FDA dan WHO, menandai era baru kemandirian vaksin nasional dan kolaborasi global.
menitindonesia, BALI — Dalam forum bergengsi Developing Countries Vaccine Manufacturers’ Network (DCVMN) Annual General Meeting ke-26, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., Ph.D., tampil memukau dengan paparan bertajuk “Building Resilient Vaccine Ecosystem: From Regulatory Perspective”, di Bali, Jumat (30/10/2025).
Di hadapan delegasi dari lebih 30 negara, Taruna menegaskan tekad Indonesia membangun ekosistem vaksin yang tangguh, berdaya saing, dan diakui dunia.
Dalam paparannya, Taruna Ikrar menekankan pentingnya pengawasan menyeluruh satu siklus hidup vaksin, mulai dari riset hingga tahap pasca-pasar. “Regulasi yang tangguh adalah tulang punggung sistem kesehatan yang tangguh,” tegasnya,
BPOM kini mengintegrasikan seluruh rantai pengawasan lewat sistem digital nasional seperti SmartBPOM, BPOM Mobile, dan Halo BPOM, yang memantau produk dari pabrik hingga konsumen akhir.
Pendekatan ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan sistem pengawasan digital vaksin paling komprehensif di Asia.
Ilustrasi Prof Taruna Ikrar menyampaikan gagasan tentang resilient vaccine ecosystem dalam forum internasional 26th DCVMN Annual General Meeting.
Harmonisasi Regulasi Dunia
BPOM juga aktif mengadopsi standar internasional dari WHO, ICH, EMA, dan FDA, serta menjadi bagian penting dari jaringan reliance global. Indonesia kini ikut dalam joint assessment bersama WHO dan ASEAN untuk mempercepat proses penilaian vaksin dan obat.
“Indonesia tak lagi hanya mengikuti regulasi global, tapi ikut menyusunnya,” ujar Taruna.Prof. Taruna Ikrar menyampaikan gagasan tentang resilient vaccine ecosystem dalam forum internasional 26th DCVMN Annual General Meeting.
Ia menekankan, ketahanan vaksin nasional dibangun lewat kolaborasi, inovasi regulasi, dan kemandirian industri yang berpadu dengan standar global.
Langkah ini menempatkan BPOM sebagai mitra sejajar dengan lembaga pengawas besar dunia seperti FDA Amerika Serikat dan EMA Eropa.
Regulasi Lincah dan Adaptif
Untuk menghadapi percepatan teknologi dan disrupsi bioteknologi, BPOM menerapkan konsep “Agility Regulation.” Beberapa peraturan kunci yang baru diterbitkan: BPOM No.14/2024: pengawasan obat dan makanan daring, BPOM No.7/2025: standar baru Good Manufacturing Practices (GMP), BPOM No.8/2025: panduan penilaian produk terapi canggih (Advanced Therapy Medicinal Products / ATMPs).
Dengan pendekatan ini, BPOM menjadi regulator adaptif yang cepat menyesuaikan diri dengan tren bioteknologi global tanpa kehilangan akurasi dan integritas ilmiah.
Langkah Menuju WHO-Listed Authority
Salah satu misi besar BPOM saat ini adalah meraih status WHO-Listed Authority (WLA) — pengakuan tertinggi bagi otoritas pengawasan obat dan vaksin.
Status ini akan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju dalam rantai pasok vaksin global.
Dengan WLA, vaksin produksi Indonesia dapat diekspor langsung ke pasar internasional tanpa proses validasi ulang. “Ini bukan sekadar pengakuan teknis, tapi simbol kedaulatan ilmiah bangsa,” ujar Taruna.
BPOM juga membangun ekosistem inovasi melalui model Triple Helix Collaboration (Academia–Business–Government / ABG).Sinergi ini melahirkan produk strategis nasional seperti: Vaksin Merah Putih, Epoetin Alfa & Insulin Detemir hasil kolaborasi Kalbe & Bio Farma, dan Mesenchymal Stem Cell Therapy (ATMP).
“Tanpa sinergi riset, industri, dan regulator, inovasi akan berhenti di laboratorium,” kata Taruna menegaskan.
Percepatan Akses Obat dan Vaksin
Untuk memastikan masyarakat cepat mendapat manfaat inovasi, BPOM menyediakan jalur percepatan registrasi obat dan vaksin: 100 hari kerja untuk obat penyelamat jiwa (lifesaving drug), 90 hari untuk produk reliance internasional, 50 hari untuk Investigational New Drug (IND), dan 20 hari untuk Emergency Use Authorization (EUA).
Model ini memperkuat kepercayaan global bahwa sistem regulasi Indonesia kini cepat, transparan, dan terpercaya.
Klinik Riset Terpadu dan Etika Ilmiah
BPOM bersama Kementerian Kesehatan dan BRIN membangun tata kelola uji klinik terpadu yang menjamin kualitas ilmiah dan etika riset.
Dengan sistem berbasis digital dan risk-based governance, Indonesia mulai diakui WHO sebagai salah satu negara dengan sistem clinical trial paling progresif di Asia Tenggara.
Menutup presentasinya, Taruna Ikrar menyampaikan visi besar: “Bali hanyalah panggung awal. Indonesia akan menjadi pusat keunggulan regulasi bioteknologi di dunia berkembang.”
Ia menekankan lima arah besar BPOM ke depan: 1. Menuntaskan proses WLA bersama WHO, 2. Memperkuat kolaborasi regulatori global, 3. Meningkatkan agility dan inovasi regulasi, 4. Mendorong industri lokal dan kolaborasi ABG, dan 5. Membangun regulatory excellence berkelanjutan.
Forum DCVMN pun menutup sesi dengan tepuk tangan panjang — menandai bahwa Indonesia kini resmi diperhitungkan dalam peta regulasi vaksin dunia. (AE)