Saya Sulfiana Salam, Staf Tata Usaha di Rumah Sakit Umum Daerah Wahidin Sudirohusodo. Saya menulis testimoni ini, sejak saya terpapar virus corona atau Covid-19. Virus ini nyata ada, dan sangat mudah penyebarannya.
Covid-19 ini tidak main-main, mudah menyebar dan bisa mengancam nyawa setiap orang. Buktinya saya mengalaminya: saya terpapar Covid-19. Saya pun tidak tahu, awalnya saya terinfeksi Covid-19, dapat di mana. Padahal saya termasuk orang yang patuh terhadap protokol kesehatan: rajin pakai masker dan cuci tangan dengan sabun.
Tapi bisa jadi, saya pernah lalai. Atau terinfeksi dari orang yang tidak memiliki gejala. Yang pasti kita harus tetap disiplin. Jangan sentuh wajah dengan tangan sebelum cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer. Terutama tidak menyentuh bagian hidung, mulut atau mata.
Beberapa kasus covid-19 gejalanya tidak sama. Ada yang antibodinya kuat dan sembuh begitu saja, contohnya Orang Tanpa Gejala (OTG) yang tidak terkonfirmasi. Ada juga OTG yang terkonfirmasi, misalnya perawat dan dokter yang lepas tugas atau baru mau bertugas.
Saya termasuk pasien Covid-19 yang bergejala. Awalnya: hanya flu biasa, demam dan batuk. Selama tiga hari di rumah beristirahat, saya tetap memakai masker. Makan mulai tidak enak, semakin sering batuk (kering) dan mulai mengganggu pernapasan. Dada saya sesak, seperti ditarik jika batuk.
Akhirnya, karena gejalanya semakin mengganggu, maka saya melakukan pemeriksaan Swab. Ternyata: positif!
Setelah hasil swab saya dinyatakan positif, saya menangis dan tidak menerima apa yang terjadi, karena saya sudah mengikuti protokol kesehatan dengan patuh.
Saya masuk rumah sakit untuk dirawat, 22 Juli 2020. Hasil ct scan thorax typical covid-19, banyak bercak putih di paru-paru saya, saturasi hanya 92 dan hasil pemeriksaan darah arteri kekurangan oksigen dalam darah dan merasa agak sesak, akhirnya dibantu O2, selama 3 hari menghabiskan 2 tabung besar.
Badan saya mulai lemas, susah tidur, obat mulai mengganggu maag. Saya memaksakan diri untuk makan agar tidak dibawa ke infection center. Saya harus sembuh. Saya harus kuat. Tekad itu saya bangun, agar energi positif mengalir di pikiran. Saya yakin: pasti sembuh!
Batuk semakin menjadi-jadi, penciuman saya dan selera makan hilang. Saya berusaha tetap mengkonsumsi makanan seperti minum air putih hangat ditambah madu dan biskuit, itupun sangat dipaksa. Saya sudah mulai lemas, susah tidur, obat-obatan mulai mengganggu maag.
Sudah sembilan hari terpapar, saya terus melawan, saya harus makan, saya harus sembuh, saya harus bersemangat.
Saya berkosultasi kepada orang gizi dan merubah pola makan dengan bubur, lauk disuir sampai halus dan minum air hangat.
Saat saya di rawat di RS, semua orang se isi rumah kami diperiksa. Ibu dan kedua anak saya terkonfirmasi positif. Tapi Alhamdilillah mereka golongan OTG. Kami semua di rawat di RS. Tidak lama kemudian bapak dan adek saya di swab dan positif – komplit deh seluruh isi rumah terpapar.
Wabah ini nyata: ada dan ada data. Saya salah satunya yang dipilih Tuhan untuk merasakan Covid-19 ini. Selama tujuh hari di rawat di Rumah Sakit dengan rutinitas yang teratur, akhirnya saya kembali normal.
Hal pertama yang paling membahagiakan adalah indra penciuman saya normal kembali, sudah bisa merasakan aroma-aroma, saya bisa merasakan aroma tak sedapnya ketika BAB. Alhamdulillah ya Allah, terlewati dengan perjuangan dan doa.
Hasil Swab ke 6, saya negatif. Saya sudah bisa pulang ke rumah, tanggal 4 Agustus 2020, lalu. Dan saya diminta lanjut isolasi mandiri selama 7 hari untuk diswab kontrol lagi pada tgl 11 Agustus 2020.
Alhamdulillah hasil swab kontrol kami negatif, dan kami dinyatakan sembuh. Alhamdulillah Ya Allah !
Jadi covid ini wabah yang aneh-aneh. Mudah sekali penyebarannya dan tidak sama kekuatan imun pada setiap orang. Ada juga pada beberapa kasus gejalanya diawali dengan gangguan pencernaan, misalnya sakit perut, seperti maag bahkan ada yang buang-buang air. Begitulah Covid 19, sangat nyata.
Semoga pandemi ini segera diredam dan menghilang, vaksin segera diproduksi dan dibagikan secara gratis.