Gubernur Sulsel non aktif Prof Dr Ir HM Nurdin Abdullah, M.Agr saat menerima penghargaan dari Ketua KPK Firli Bahuri sebelum peristiwa OTT terjadi. KPK menilai Provinsi Sulawesi Selatan yang sudah mencapai prestasi penataan aset kurang lebih Rp7,4 triliun dan seluruh Sulawesi Selatan kurang lebih Rp21 triliun,. (Foto: Ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif, Prof Dr Ir HM Nurdin Abdullah, M.Agr, mulai membeberkan satu per satu prilaku birokrasi di Sulsel pada sidang dugaan tindak pidana korupsi penyuapan terhadap terdakwa Agung Sucipto, Kamis (10/6) lalu.
Nurdin Abdullah (NA) menjelaskan hubungannya dengan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel, Sari Pudjiastuti, yang ia promosikan dari Kabupaten Bantaeng ke jabatan strategis di Pemprov Sulsel.
Sebelum menempatkan Sari Pudjiastuti di Biro Pengadaan Barang dan Jasa, kata dia, pejabat-pejabat sebelumnya suka memalak fee proyek ke kontraktor. “Itulah alasan kenapa saya harus mengganti pejabat di Biro tersebut hingga dua kali,” ucap NA melalui virtual saat persidangan.
Ia juga membeberkan, adalah Agung Sucipto alias Anggu dan Ferry Tanriady pernah melaporkan pemalakan fee itu ketika bertemu Anggu dan Fery di pesawat. Saat itu mereka menuju Jakarta. Menurut NA, terdakwa Anggu cerita kepada dirinya, kalau telah dimintai fee proyek 7,5 persen.
“Mereka mengaku dimintai fee proyek sementara pekerjaan belum dimulai, tapi fee diminta di awal, jadi saya sarankan kepada terdakwa agar membuat surat pengaduan,” bebernya.
Setelah aduan itu, menerima surat aduan dari terdakwa, NA kemudian mengangkat Haikal sebagai pelaksana tugas (Plt) Karo Pengadaan Barang dan Jasa. “Namun, Haikal juga kerjanya amburadul,” ucap NA.
Lebih lanjut, NA mengungkapkan, saat mengerjakan tugasnya, Haikal mendapat sanggahan dan protes dari mana-mana. Bahkan, kata dia, serapan anggaran pun sangat rendah sehingga masyarakat tidak merasakan dampak dari pembangunan.
“Sanggahan darimana-mana, protes, sehingga serapan kita rendah. Kasihan masyarakat tidak merasakan dampaknya,” tutur NA.
Dalam kondisi seperti itu, NA mengaku melakukan terobosan. Ia memilih Sari Pudjiastuti untuk menduduki jabatan tersebut.
“Saat masih menjabat sebagai Bupati Bantaeng, saya melihat Sari adalah sosok pekerja yang profesional sebagai pokja,” kata NA.
Ia lalu merekomendasikan Sari untuk ikut lelang jabatan di Pemprov Sulsel. Tahun 2019, Sari Pudjiastuti lalu dilantik.
“Saya lihat Bu Sari selama di Bantaeng kerja profesional. Makanya saya minta Sari benahi ULP di provinsi. Awalnya dulu di Bantaeng dia sebagai pokja, karena kerjanya bagus, kita promosikan dia,” kata Nurdin Abdullah.
Namun, setelah mendapatkan promosi jabatan, kata NA, kinerja Sari ternyata tidak seperti yang diharapkan, malah beberapa kali kena semprot karena adanya aduan soal fee proyek.
“Soal kemampuan iya, karena di lelang jabatan dia di posisi kedua. Tapi soal integritas, saya sudah berkali-kali panggil dan marahi sebelum OTT ini. Itu yang soal fee juga saya tidak senang,” ujarnya.
Begitu pun dengan tersangka Edy Rahmat, yang juga mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel. Menurut NA, banyak laporan soal penyelewengan yang dilakukan oleh Edy Rahmat.
“Edy Rahmat saya nonjobkan setahun dulu. Kemudian dikasih Kepala Seksi Bina Marga. Karena memang saya sudah mendengar yang bersangkutan itu merisaukan, sering jual nama gubernur di ULP. Pak Wagub (Andi Sudirman Sulaiman, red) juga sudah bilang sebelumnya,” tambahnya.
Setelah dinonjob, kemudian banyak yang memberikan pertimbangan bahwa Edy sudah berubah. Nurdin pun menaikkan jabatannya sebagai Kepala Bidang.
“Setelah kepala seksi kemudian dipromosikan jadi kepala bidang di tahun 2020. Kemudian beberapa bulan, karena kepala dinasnya jadi Pj, jadi dikasih naik jadi sekretaris di 2021 awal,” ujar Nurdin Abdullah.
Mantan Bupati Bantaeng dua periode itu mengaku tak terlalu sering berkomunikasi dengan Edy. Bahkan pada saat kejadian OTT, ia tidak tahu jika melakukan transaksi dengan Agung Sucipto.
“Saya sangat menyayangkan karena Pak Agung tidak bilang ke saya kalau koordinasi sama Edy,” kata NA. (roma)