menitindonesia, MAROS – Rencana pencabutan Peraturan Daerah yang mengatur pakaian muslim dan muslimah di Maros, batal dicabut setelah mendapat protes warga di sosial media. Pembatalan ini dilakukan karena DPRD Maros menolak usulan pencabutannya setelah mendengar masukan dari berbagai organisasi Islam yang ada di Maros.
Ketua Panitia Khusus Pencabutan Perda, Rahmat Hidayat mengatakan, DPRD Maros sepakat untuk mengeluarkan Perda nomor 16 tahun 2005 itu dari 29 daftar Perda yang diajukan untuk dicabut oleh DPRD Maros. Perda itu, ujar Rahmat, rencananya hanya akan direvisi agar sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Pemerintah dan DPRD bersama organisasi agama sepakat untuk tetap mempertahankan Perda itu tetap berlaku, namun perlu direvisi,” kata Rahmat, Senin (30/8/2021).
Dia juga mengungkapkan, ke depan Pemda bersama DPRD Maros dan organisasi keagamaan akan membentuk Pokja untuk menelaah menelaah lebih jauh persoalan hukum dan materi Perda yang akan revisi itu.
“Kami sudah keluarkan Perda nomor 16 ini dari daftar Perda yang akan dihapus. Kita akan menelaah lebih lanjut soal payung hukum dan menyempurnakan isi Perdanya. Jadi akan dibentuk Pokja yang melibatkan ormas keagamaan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Maros, Andi Davied Syamsuddin yang memimpin pertemuan dengan organisasi keagamaan itu mengatakan, pada dasarnya Pemerintah Daerah tidak pernah mempertentangkan isi dari Perda itu hingga berinisiatif mengajukan pencabutan.
“Kita tahu Perda ini sudah berumur 16 tahun dan banyak aturan yang menjadi dasar hukum di atasnya sudah berubah. Nah itu yang kami ingin rubah. Jadi bukan pada subtansi Perdanya, tapi pada dasar aturannya,” kata Davied.
Dia juga menjelaskan, ada empat peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar lahirnya Perda nomor 16 tahun 2005 itu sudah dicabut atau diganti. Seperti Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 1980 tentang peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diganti dengan PP 53 tahun 2010 tentang ASN.
“Adanya peraturan yang berubah dan menjadi payung hukum Perda ini, membuat Perda ini menjadi lemah secara hukum. Inilah yang menjadi alasan kami mengajukannya. Tapi bukan pada subtansinya,” ujarnya.
Terkait aturan berbusana muslim ini, ujar Davied, sudah mandarah daging di masyarakat Maros yang mayoritas Muslim. Terlebih, di Maros juga tidak pernah terjadi polemik antara umat beragama terkait adanya Perda busana muslim itu.
“Tidak pernah ada masalah dengan Perda ini. Warga di Maros ini tanpa Perdapun mereka akan taat dengan pakaian Islami. Tapi memang keberadaan Perda ini penting sebagai penegasan,” pungkasnya. (roma)