Oleh Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation
“Berpuasalah niscaya kalian sehat” (hadits).
menitindonesia – TAK dapat disangkal bahwa berbagai penyakit fisik yang diderita manusia disebabkan oleh makanan yang dikonsumsinya. Mengkonsumsi makanan secara salah di sini saja diartikan sebagai makanan yang tidak halal dan sehat. Tapi juga dimaknai sebagai cara mengkomsumsi yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam.
Dalam agama Islam kita mengenal bahwa mengkonsumsi makanan itu ada beberapa acuannya, baik yang disampaikan melalui Al-Quran maupun sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Islam sebagai pedoman hidup (hudan) pastinya memberikan tuntunan dalam segala lini kehidupan. Termasuk di dalamnya tentang apa dan bagaimana mengkonsumsi makanan yang Allah karuniakan.
Ada beberapa catatan penting yang Allah dan RasulNya sampaikan tentang mengkonsumsi makanan ini. Kesemuanya terangkum dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW.
Surah Al-Baqara ayat 168 Allah sampaikan: “makanlah kalian apa yang ada di bumi secara halal dan baik (halaalan thoyyiban).
Surah Al-A’raf ayat 31 Allah menyampaikan: “dan makanlah dan minumlah kalian dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”.
Dalam hadits Rasulullah menjelaskan: “tidaklah anak Adam memenuhi kantung yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah baginya beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika harus melebihkan, hendaknya sepertiga perutnya diisi dengan makanan, seperti dengan air, dan sepertiga untuk udara” (Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah).
Dari dua ayat Al-Quran dan satu hadits Rasulullah SAW yang dikutip di atas dapat disimpulkan bahwa Islam memberikan acuan yang jelas dan rinci untuk mengkonsumsi makanan secara sehat dan baik.
Pertama, makanan itu dipersyaratkan halal.
Halal di sini mencakup substansi makanan. Babi dan bahan makanan yang tercampur dengannya pasti haram. Demikain juga dengan alkohol dan segala yang terkait dengan alkohol pastinya haram (tidak halal).
Halal juga berhubungan dengan prosesnya. Daging sapi atau kambing itu halal. Tapi jika diproses tidak sesuai Syariat, dipotong dengan tidak sesuai Syariah atau makanan yang dipersembahkan kepada kesyirikan, termasuk sesajian maka hukumnya jadinya haram.
Halal juga terkait dengan sumber makanan itu. Apakah didapatkan dari sumber yang legal (halal)? Atau dari sumber yang salah (haram)? Secara substansi boleh halal tapi jika didapatkan dari sumber yang salah maka makanan itu berubah jadi haram.
Kedua, makanan itu dipersyaratkan thoyyib atau baik.
Baik itu lawannya buruk. Buruk bisa karena memang tidak halal. Tapi halal juga belum tentu baik. Jika anda berpenyakit diabetis, gula yang halal menjadi tidak thoyyib (buruk) bagi anda.
Maka kata thoyyib bisa karena status hukumnya (halal). Bisa juga karen substansinya memang buruk atau membawa keburukan bagi yang mengkonsumsi.
Ketiga, makan juga diharuskan tidak berlebihan (israf).
Israf atau berlebihan artinya mengkonsumsi makanan di lebih dari batas kebutuhan. Seringkali berlebihan yang justeru membawa kepada prilaku tabdziir, bahkan menjadi mudhorat bagi yang mengkonsumsi.
Keempat, Rasulullah juga menekankan pentingnya kesederhanaan dalam mengkonsumsi makanan. Bahkan beliau menyebutnya dengan “beberapa suapan” untuk sekedar menegakkan punggungnya. Kalaupun lebih dari suapan maka pastikan pada kadar/ukuran yang tidak berlebihan. Dalam ungkapan beliau sebutkan pentingnya distribusi makanan, minuman dan udara secara imbang.
Dalam hadits lain disebutkan bahwa hendaknya seseorang itu makan di saat lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Ini menekankan kesederhanaan dan agar makanan itu terasa kenikmatannya.
Poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa puasa mengajarkan pola hidup sehat dan sederhana. Dan salah satu cara terpenting untuk menjaga kesehatan adalah dengan memastikan bahwa makanan yang kita konsumsi itu halal, sehat, dan tidak berlebihan.
Inilah sesungguhnya salah satu keberkahan dari puasa. Bahwa di bulan ini pastinya kita makan yang halal. Memastikan makan yang baik agar tetap fit dan sehat. Dan juga tentunya tidak berlebihan (israf).
Jangan sampai kata “fast” (puasa) di siang hari tergantikan menjadi “feast” (makan-makan) di malam hari. Apalagi terjadi tendensi balas dendam makan dan minum di malam hari. Semoga tidak!