Ekspor Ilegal Bijih Nikel ke China Rugikan Negara Ratusan Miliar , PILHI Sarankan KPK Undang Bahlil

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. (ist)
menitindonesia, MAKASSAR – Direktur Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (PILHI) Syamsir Anchi mendukung sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas menolak permintaan word trade centre (WTC) dan intenational moneter found (IMF) agar kebijakan hilirasasi berbasis larangan ekspor bijih nikel ini dicabut. Menurutnya, sudah tepat keputusan Jokowi mengabaikan seruan dua lembaga rente dunia itu.
“Sejak Januari tahun 2020 pemerintah sudah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Semua harus diolah di dalam negeri baru dijual keluar. Tujuannya kan jelas agar pendapatan negara bertambah. Jangan mau diatur sama rentenir global, mereka tak mau lihat negara kita maju,” kata Syamsir Anchi saat dihubungi jurnalis media ini, Minggu (2/7/2023).
BACA JUGA:
Soal Penyelundupan Ore Nikel, Direktur PILHI: KPK Harusnya Periksa Pejabat Bea Cukai, Ini Negara Sudah Rugi
Munculnya persoalan dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel dari Indonesia ke China itu, menurut dia penyebabnya bukan karena kebijakan hilirisasi pemerintah, melainkan karena adanya prilaku koruptif penyelenggara negara. Pasalnya, kata dia, penegakan hukum terhadap pelaku ekspor ilegal dan penambangan ilegal sangat lemah.
“Ini sudah sangat merugikan negara hingga ratusan miliar, KPK harus tegas menindak oknum yang terlibat tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Selain itu, Syamsir Anchi juga menyayangkan jika Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia tidak tahu menahu adanya kasus dugaan ekspor ilegal bijih (ore) nikel 5,3 juta ton ke China itu.
BACA JUGA:
HUT Bhayangkara ke-77, Kolaborasi Pemkot Makassar bersama Polri Wujudkan Kondusifitas Tahun Politik
“Kasus ini terungkap setelah diendus oleh KPK. Sebaiknya KPK mengundang Bahlil untuk dimintai keterangan terkait dugaan ekspor ilegal itu, siapa tahu dari dia banyak informasi yang bisa digali,” jelasnya.
Ia menilai kegiatan ekspor ilegal bijih nikel itu terjadi karena adanya campur tangan banyak pihak yang punya pengaruh, termasuk direktorat bea cukai dan syahbandar. “Ini sudah diduga ada unsur koruptif, karena negara dirugikan dari rendahnya penerimaan pajak, bisa saja itu terjadi karena praktek under-invoicing dalam ekspor bijih nikel secara ilegal,” ujar Syamsir.
Seperti diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK menemukan adanya dugaan ekspor ilegal bijih nikel mencapai 5,3 juta ton dari Indonesia ke China selama periode Januari 2020 hingga Juni 2022.
“Dugaan ekspor ilegal bijih nikel ini Januari 2020 sampai dengan Juni 2022. Sumbernya dari laman bea cukai China,” ujar Kasatgas Wilayah V KPK Dian Patra di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala BKPM Balil Lahadalia, mengatakan pemerintah sama sekali tidak tahu adanya praktik ekspor ilegal tersebut. Menurutnya, Indonesia sudah resmi menyetop ekspor bijih nikel sejak Januari 2020.
“Kami tidak tahu karena secara formal sudah dilarang ekspor bijih nikel sejak Januari 2020. Kalau ada seperti itu ya proses seja secara hukum,” pungkasnya. (andi endeng)