Hasrullah Minta Bacagub Sampaikan Pesan Bermakna di Baliho: Jangan Asal Bikin Slogan

FOTO: Pengamat Politik dan Pakar Komunikasu Unhas, Dr Hasrullah, MA. (ist)

menitindonesia, MAKASSAR – Pengamat politik Universitas Hasanuddin Dr. Hasrullah, M.A., mengkritisi sejumlah baliho politik yang marak dipasang para bakal calon gubernur (Bacagub). Ia meminta agar pesan-pesan yang disampaikan tidak asal-asalan.
Hasrullah mengatakan, personal branding itu memang harus dilakukan oleh para bacagub–termasuk bakal calon bupati atau wali kota yang akan ikut–pada ajang Pilkada serentak yang digelar November 2024, mendatang.
BACA JUGA:
Pj Gubernur Bahtiar Apresiasi Bantuan OPD untuk Korban Bencana di Sulsel
“Publik ingin tahu kualitas calon pemimpin, sehingga nanti mereka merasa perlu memilihnya. Keinginan publik memilih calon pemimpin yang berkualitas, memiliki karya, inspiratif dan bijak. Adakah seperti itu yang dimunculkan pada diri calon pemimpin di setiap balihonya? Nah ini yang harus menjadi catatan untuk para tim sukses, bagaimana mereka mencitrakan kandidatnya,” kata Hasrullah kepada jurnalis media ini, Minggu (12/5/2024).
Ia menerangkan, bahwa melalui baliho calon pemimpin yang dipajang di tempat-tempat strategis merupakan simbol mereka dan bahasa politis yang mencerminkan strategi politiknya yang di dalamnya ada citra tokoh dalam rangka mempengaruhi persepsi, emosi, kesadaran dan opini publik.
“Dari situ, publik (sebagai calon pemilih), bisa digiring kepada keputusan politik (the imagology of politic). Memilih calon pemimpinnya yang mereka sukai dan percaya. Ini setelah ada interaksi politik antara calon pemimpin dengan calon pemilih,” ujar Hasrullah.
Dosen senior Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unhas ini, menjelaskan, melalui baliho, bakal calon pemimpin atau bacagub harus menunjukkan diri dan identitas politiknya agar terbangun hubungan timbal balik dengan calon pemilih, meskipun, kata dia, interaksi lewat baliho itu hakikatnya komunikasi politik lebih bersifat pasif.
Hasrullah mencontohkan legacy mantan Gubernur Sulsel era tahun 1980-an, Andi Oddang. Pada masa dia memimpin Sulsel, dikenal dengan slogannya “Lappo Ase”, di mana pemerintahannya fokus pada peningkatan produksi gabah petani untuk mencapai tujuan swasembada pangan nasional.
BACA JUGA:
Pj Gubernur Sulsel Bawa Kabar Gembira, Stadion Sudiang Telah Dianggarkan di APBN
“Andi Oddang menggunakan istilah Lappo Ase sebagai kearifan lokal. Maksudnya, produksi gabah harus meningkat. Jadi petani yang diberdayakan, gotong royong menanam padi. Hasilnya, di masa itu, banyak petani yang mampu membiayai anaknya kuliah. Sekarang sudah banyak yang jadi pemimpin,” ungkap pakar komunikasi politik Unhas ini.
Dari slogan politik yang mudah dicerna dan mengandung makna, kata Hasrullah, pesan-pesan politik itu sampai ke masyarakat dan mereka mengikuti kehendak pemimpinnya. “Itu contoh bagaimana membuat pesan yang singkat, padat dan dipahami publik,” ujarnya.
Hasrullah menerangkan, bahwa isi pesan atau slogan di baliho tidak musti panjang, tetapi maksimal tiga kata yang bermakna: ada tujuan yang ingin dicapai dan tujuan itu dicerna dan masuk ke dalam image publik.
“Saya dulu sangat terkesan yah dengan baliho Danny Pomanto waktu mau jadi calon Wali Kota tahun 2017 ‘Makassar Kota Dunia’. Isinya singkat, padat dan sarat makna. Kita membayangkan, Makassar dengan pantainya, gedung-gedungnya, ramai dan banyak ruang publiknya, kota yang tertata dan menyenangkan,” ujarnya.
Menurut dia, tim sukses kandidat harus jeli memahami apa yang terjadi dalam pikiran publik dan mampu membranding calonnya sesuai dengan harapan itu. Hasrullah pun menyayangkan, saat ini banyak baliho calon pemimpin yang akan maju di Pilkada bertebaran, namun pesan yang disampaikan tidak bermakna.
“Kita menemukan banyak penyesatan, publik disuguhi slogan-slogan yang tak punya makna. Namun ini masih bisa diperbaiki dengan mentraining calon pemimpin dan para tim suksesnya. Pesan-pesan lewat baliho dan alat peraga kampanye lainnya itu penting sebagai proses pendidikan politik,” jelasnya.
(AE)