
menitindonesia, JAKARTA — Agung Sedayu Group (ASG), pengembang proyek strategis nasional Pantai Indah Kapuk (PSN PIK) 2, membantah tudingan keterlibatan dalam pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer di pesisir Tangerang, Banten.
Kuasa hukum ASG, Muannas Alaidid, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar.
“Tidak ada kaitan antara klien kami dan pagar laut tersebut. Berita ini fitnah yang tidak dapat dibenarkan,” kata Muannas kepada wartawan di Jakarta, Minggu (12/1/2025)
BACA JUGA:
Muhammad Burhanuddin: Program MBG, Langkah Nyata Pemerintah untuk Generasi Muda
Muannas menjelaskan bahwa pagar laut bambu tersebut kemungkinan besar merupakan inisiatif masyarakat lokal sebagai tanggul pemecah ombak, tambak ikan, atau upaya mengatasi abrasi. Ia menekankan bahwa lokasi pembangunan pagar tidak berada dalam wilayah pengembangan PSN PIK 2.
Kesaksian Warga dan Dugaan Reklamasi
Namun, sejumlah warga pesisir, termasuk dari Kronjo dan Pulau Cangkir, memiliki pandangan berbeda. Mereka mengungkapkan bahwa pagar laut tersebut tidak mungkin sepenuhnya didanai oleh masyarakat, mengingat panjangnya mencapai 30 kilometer dan konstruksinya seragam.
BACA JUGA:
Dasco: Megawati dan Prabowo Tetap Harmonis, Politik PDIP Ditentukan April 2025
“Bambu-bambu itu didatangkan dalam jumlah besar, dan pengerjaannya dilakukan oleh pekerja dari luar daerah. Tidak mungkin warga sini yang membangun karena biayanya bisa mencapai miliaran,” kata Abdul Rasyid, seorang nelayan dari Kronjo.
Menurut warga, pagar laut dibangun secara intensif sejak akhir 2024, tanpa izin resmi yang jelas. Bahkan, ada warga yang menolak pembangunannya karena khawatir melanggar aturan pemanfaatan ruang laut.
Tindakan KKP: Penyegelan dan Ancaman Pembongkaran Paksa
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) telah menyegel pagar laut tersebut dan memberikan waktu 20 hari kepada pihak terkait untuk membongkar secara sukarela.
“Pagar ini melanggar aturan pemanfaatan ruang laut dan mengancam ekosistem. Jika tidak dibongkar dalam batas waktu yang diberikan, kami akan melakukan pembongkaran paksa,” ujar Direktur Jenderal PSDKP, Pung Nugroho Saksono.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa pembangunan semacam ini melanggar konvensi internasional UNCLOS 1982 dan berpotensi merusak keberlanjutan ekologi laut.
(akbar endra – AE)