menitindonesia, JAKARTA – Polemik terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di dasar laut perairan Tangerang, Banten, terus berkembang. Kasus ini menyeret nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), karena sertifikat tersebut diterbitkan pada 2023, saat Jokowi masih menjabat sebagai presiden.
BACA JUGA:
Pemagaran Laut di Banten: Rudianto Lallo dan Menteri KP Minta Aparat Bertindak
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkap bahwa sertifikat tersebut diterbitkan di masa kepemimpinan Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/BPN. Berdasarkan data yang ditemukan melalui aplikasi BHUMI ATR/BPN dan laporan masyarakat, terdapat 263 bidang dengan SHGB, masing-masing atas nama PT Intan Agung Makmur (234 bidang), PT Cahaya Inti Sentosa (20 bidang), serta sembilan bidang atas nama perorangan. Selain itu, ada 17 bidang yang memiliki SHM.
Desakan Penindakan Hukum dari Anggota DPR
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, mendesak aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera bertindak mengusut dugaan tindak pidana dalam penerbitan SHGB dan SHM ini.
“Dasar laut tidak boleh disertifikatkan. Ini jelas melanggar hukum. Saya mendesak agar kepolisian atau KPK segera melakukan penindakan tegas untuk menyelamatkan sumber daya laut kita,” tegas Rudianto, Jumat (24/1/2024).
BACA JUGA:
Rekam Jejak Prof Nasaruddin Umar: Dari Akademisi Hingga Menteri Terbaik dalam 100 Hari Kabinet Prabowo
Ia menilai penerbitan sertifikat tersebut tidak hanya melanggar aturan tata ruang dan lingkungan, tetapi juga menghina akal sehat. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-VIII/2010 telah menegaskan bahwa ruang laut tidak bisa dimiliki, baik dengan Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Ini adalah momentum bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan serta menjaga kedaulatan sumber daya laut Indonesia,” tambah Rudianto.
Penelusuran Lokasi Sertifikat oleh Kementerian ATR/BPN
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid telah memerintahkan Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR) untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Penelusuran dilakukan guna memastikan apakah lokasi sertifikat tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai Desa Kohod.
“Kami sedang mengecek peta batas pantai dari tahun 1982 hingga sekarang untuk memastikan apakah lokasi yang dimaksud benar sesuai prosedur,” ujar Nusron. Hasil penelusuran ini diharapkan segera diumumkan untuk memberikan kejelasan kepada publik.
Respons Hadi Tjahjanto
Hadi Tjahjanto, yang menjabat sebagai Menteri ATR/BPN pada 2023, mengaku tidak mengetahui penerbitan SHGB dan SHM di dasar laut ini. Ia baru mengetahui adanya polemik tersebut setelah kasus pagar laut mencuat ke publik.
“Saya baru mengetahui berita ini dari media. Namun, saya mendukung langkah Kementerian ATR/BPN untuk memberikan klarifikasi dan menelusuri prosedur penerbitan sertifikat ini,” kata Hadi.
Kementerian ATR/BPN saat ini sedang melakukan investigasi ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang untuk memastikan apakah prosedur penerbitan sertifikat sudah sesuai aturan.
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari laporan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pada Agustus 2024. Temuan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tanpa izin di perairan Kabupaten Tangerang menjadi sorotan nasional. Temuan ini memicu dugaan pelanggaran tata ruang, bahkan indikasi tindak pidana.
Nusron Wahid menyebutkan bahwa hasil koordinasi dengan aparat penegak hukum dapat menentukan langkah hukum selanjutnya jika ditemukan pelanggaran.
(akbar endra-AE)