100 Hari Berlalu, Tak Ada Koruptor Kembalikan Uang Rakyat, Prabowo Ambil Langkah Tegas

FOTO: Presiden Prabowo Subianto. (ist)

menitindonesia, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi, setelah upayanya memberi kesempatan kepada para koruptor untuk mengembalikan uang rakyat tak membuahkan hasil. Dalam pidatonya di Kongres Ke-XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya, Prabowo meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas.
“Saya katakan sudah 100 hari, mbok sadar, mbok bersihkan diri. Hai koruptor, yang kau curi mbok kembaliin untuk rakyat. Kalau malu-malu, nanti kita cari cara yang enggak malu. Tapi mbok ya kembaliin,” ujar Prabowo di Jatim International Expo (JIExpo), Senin (19/2/2025).
BACA JUGA:
Rudianto Lallo Desak Kejari Bandung Tuntaskan Kasus DNA Pro: Jangan Dipersulit!
Namun, hingga saat ini, belum ada satu pun koruptor yang secara sukarela mengembalikan hasil korupsi. Prabowo pun memberi lampu hijau kepada Kejaksaan Agung, KPK, dan Polri untuk mulai bertindak.
“Saya tunggu 100 hari, 102 hari, 103 hari… Ini sudah 100 berapa hari ya? Apa boleh buat, ya terpaksa lah Jaksa Agung, Kapolri, BPKP, KPK, silakan,” tegasnya.

Pakar Hukum: Harus Dimulai dari Internal Aparat Hukum

Menanggapi pernyataan Prabowo, Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menilai instruksi tersebut sebagai langkah positif. Namun, ia mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi harus dimulai dari dalam tubuh aparat hukum itu sendiri.
BACA JUGA:
Pemerintah Wacanakan Badan Khusus Penegakan Hukum di Laut, Bakamla Terancam?
“Yang sering terlupakan adalah penindakan terhadap pelaku korupsi harus dimulai dari internal aparat penegak hukum. Baru-baru ini, kita menyaksikan pejabat di Polres Jakarta Selatan tersangkut kasus pemerasan dan penerimaan suap. Itu juga korupsi,” kata Huda, Selasa (11/2/2025).
Ia juga menyoroti ketidakjelasan penanganan kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi, seperti mantan Ketua KPK Firli Bahuri, serta dugaan kekayaan tak wajar sejumlah pejabat hukum.
“Zarof Ricar punya Rp 220 miliar, dari mana duitnya? Jangan-jangan benar seperti yang disinyalir selama ini, itu duit titipan dari petinggi Mahkamah Agung terkait pengurusan perkara,” ujarnya.
Menurut Huda, jika penegakan hukum masih tebang pilih dan kasus-kasus besar dibiarkan mengambang, maka kepercayaan publik terhadap aparat hukum akan semakin menurun.
(akbar endra)