SBY, Prabowo dan Jokowi dalam satu bingkai kepemimpinan. (ist)
SBY tegaskan tidak boleh ada matahari kembar selain Presiden Prabowo. Jokowi juga klarifikasi, menegaskan kepemimpinan nasional ada di tangan Prabowo. Ini respons elite politik soal isu yang sempat panas.
menitindonesia, JAKARTA — Suhu politik di Indonesia, belakangan ini sedikit menghangat oleh isu “matahari kembar.” Isu ini mencuat setelah sejumlah menteri Kabinet Merah Putih terlihat berkunjung ke kediaman Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), selama Idul Fitri 2025.
Bagi sebagian publik, silaturahmi itu tampak wajar. Namun, bagi sebagian yang lain, kunjungan tersebut memunculkan spekulasi: apakah ada poros kekuasaan lain selain Presiden Prabowo Subianto?
Di tengah sorotan itu, pernyataan datang dari Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Dede Yusuf, yang menyampaikan pesan yang selalu diulang oleh Ketua Majelis Tinggi Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY):
“Tidak boleh ada matahari kembar selain Presiden Prabowo Subianto. Artinya, jangan sampai berpikir ada yang lain sebagai pemimpin selain beliau.”
Dede menyampaikan itu saat diwawancara di Kompleks Parlemen, Senin (21/4/2025). Ia menekankan bahwa meskipun para menteri bersilaturahmi ke Jokowi, arah pemerintahan tetap satu komando: Prabowo Subianto.
Infigrafis (editor Menit Indonesia)
Jokowi Angkat Bicara, “Matahari Itu Prabowo!”
Menariknya, Presiden Jokowi justru ikut meredam polemik. Ditemui di kediamannya, Jokowi menjawab gamblang soal isu matahari kembar. “Mengenai matahari kembar, enggak ada itu. Matahari hanya satu: Presiden Prabowo Subianto. Sudah jelas.”
Ia menilai wajar jika ada menteri yang sowan ke dirinya dalam suasana Lebaran. Sebagai Presiden dua periode, kunjungan itu dianggap sebagai bentuk penghormatan dan silaturahmi biasa.
Bahkan, Jokowi menegaskan bahwa hubungannya dengan Presiden Prabowo tetap hangat. “Di hari pertama Lebaran kami video call. Saya juga sampaikan selamat Lebaran ke Pak Ma’ruf Amin dan Pak Prabowo,” jelasnya.
Sinyal Politik dari Dua Tokoh Besar
Pernyataan senada dari SBY dan Jokowi ini seolah menjadi sinyal politik: pemerintahan harus solid, dan tak boleh ada tafsir ganda dalam kepemimpinan nasional.
Bagi Partai Demokrat, pernyataan SBY tak hanya bersifat normatif, tapi juga peringatan dini agar para elite menjaga harmoni. Sedangkan bagi Jokowi, yang kini memasuki masa pasca-kekuasaan, klarifikasi itu penting untuk menjernihkan suasana dan menunjukkan dukungan terhadap Prabowo sebagai satu-satunya pemimpin sah.
Isu matahari kembar barangkali hanya bayangan politik, tapi jika dibiarkan, ia bisa berkembang menjadi polarisasi dalam koalisi kekuasaan. Maka, penyataan dari dua tokoh besar—SBY dan Jokowi—datang tepat waktu, meredakan riak sebelum jadi gelombang.