Kepala BPOM Taruna Ikrar Tegaskan Ketahanan Obat Indonesia Terancam Jika Industri Tidak Transparan!

Kepala BPOM RI Prof. Taruna Ikrar saat menegaskan pentingnya transparansi industri farmasi untuk menjaga ketahanan obat nasional.
  • Kepala BPOM RI, Prof. Taruna Ikrar, memperingatkan bahwa ketahanan obat nasional akan rapuh jika industri farmasi masih tertutup. Transparansi dan kolaborasi jadi kunci menghadapi ancaman krisis kesehatan masa depan.
menitindonesia, JAKARTA — Ketahanan obat nasional tak bisa ditopang hanya dengan semangat kemandirian produksi. Dibutuhkan transparansi penuh dari seluruh ekosistem industri farmasi. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof. Taruna Ikrar, dalam pernyataan yang dikutip CNBC Indonesia, Minggu (6/7/2025).
BACA JUGA:
Program Makan Bergizi Gratis Terancam Gagal? DPP Gapimdo Desak BGN Berbenah!
Menurut Prof. Taruna, masalah utama dalam pembangunan ketahanan obat di Indonesia adalah minimnya keterbukaan dari industri farmasi soal rantai pasok, kapasitas produksi, dan ketersediaan bahan baku. Padahal, tanpa data yang akurat dan terbuka, negara akan kesulitan mengambil kebijakan yang tepat.
“Transparansi adalah syarat mutlak. Kita tidak bisa membangun ketahanan farmasi nasional jika masih banyak yang menutup-nutupi informasi penting,” tegas Taruna.

Atasi Krisis Obat 

Ia menekankan bahwa Indonesia perlu sistem farmasi yang tangguh, bukan hanya di atas kertas, tapi nyata di lapangan. Pengalaman selama pandemi COVID-19 menjadi bukti nyata bagaimana ketergantungan pada impor membuat negara ini nyaris lumpuh dalam penyediaan obat-obatan esensial.
BACA JUGA:
Siapa Calon Wakapolri Baru? Semua Mata Tertuju pada Jenderal Paling Senior
“Jangan sampai kita mengulang kegagalan itu. Kemandirian obat nasional harus dibangun di atas fondasi kejujuran data dan kemauan berkolaborasi,” ujar Taruna.
BPOM juga tengah mendorong penguatan sistem digitalisasi dan integrasi data di seluruh lini industri farmasi. Mulai dari bahan baku, produksi, hingga distribusi—semuanya harus terekam secara terbuka dan bisa diakses oleh regulator.
Prof. Taruna Ikrar mengingatkan bahwa ketahanan obat bukan hanya soal bisnis atau teknologi, melainkan menyangkut hak dasar masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan berkeadilan.
(akbar endra)