Prof Taruna Ikrar: BPOM Berkomitmen Lindungi Publik dalam Isu Import Licensing Indonesia–AS

Kepala BPOM RI Taruna Ikrar, menghadiri rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, membahas sinergi kebijakan perdagangan dan diplomasi regulasi dalam sektor farmasi dan kesehatan.
  • BPOM di bawah kepemimpinan Prof. Taruna Ikrar menegaskan diplomasi regulasi Indonesia dalam perundingan RI–AS untuk menjaga kedaulatan, melindungi publik, dan membuka peluang investasi farmasi.
menitindonesia, JAKARTA — Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., menegaskan komitmennya untuk menjaga kedaulatan regulasi nasional di tengah dinamika global sektor farmasi dan perdagangan internasional. BPOM bukan hanya menjadi lembaga pengawasan, tetapi juga aktor penting dalam diplomasi kesehatan global yang menempatkan Indonesia di peta strategis dunia.
Keterlibatan BPOM dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Isu Import Licensing dalam Teks Agreement on Reciprocal Trade (ART) dan Country-Specific Commitments (CSC) pada 10 Oktober 2025 menjadi bukti komitmen tersebut.
BACA JUGA:
Taruna Ikrar: Regulasi Progresif Jadi Pondasi Pengobatan Mandiri di Indonesia
Rapat yang dipimpin langsung oleh Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, membahas sejumlah pasal penting terkait perizinan obat dan alat kesehatan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
IMG 20251011 WA0009 11zon 1 e1760143518809
Infografis: Peran BPOM di bawah kepemimpinan Prof. Taruna Ikrar dalam memperkuat diplomasi regulasi Indonesia, melindungi publik, dan membuka peluang investasi farmasi di tengah dinamika global. Sumber: menitIndonesia.com |BPOM RI & The Australian Financial Review (AFR)

Perdagangan Global dan Tantangan Regulasi

Dalam forum itu, BPOM menegaskan bahwa setiap regulasi harus berpihak pada perlindungan publik tanpa menghambat arus perdagangan internasional.
Menurut Prof Taruna Ikrar, diplomasi perdagangan dan kesehatan harus berjalan berdampingan dengan tetap menegakkan kedaulatan regulasi nasional.
“Kedaulatan regulasi adalah bagian dari kedaulatan bangsa. BPOM harus menjadi benteng yang memastikan setiap produk yang beredar di Indonesia aman, bermutu, dan berkhasiat,” tegas Prof Taruna.
BPOM menolak usulan otomatisasi pengakuan izin edar dari FDA Amerika Serikat, dengan alasan bahwa setiap produk obat yang masuk Indonesia tetap harus melalui mekanisme registrasi dan evaluasi sesuai standar nasional. Meski begitu, BPOM telah membuka jalur reliance review yang memungkinkan percepatan proses hingga 90 hari kerja bagi produk yang sudah memiliki rekam jejak pengawasan internasional.

Indonesia Jadi Magnet Baru bagi Industri Farmasi Global

Menariknya, pendekatan diplomasi kesehatan Indonesia kini mendapat sorotan media internasional. Dalam laporan eksklusif The Australian Financial Review (AFR) berjudul “Indonesia Lures Australian Drugmakers as Alternative to Trump”, disebutkan bahwa Indonesia mulai dipandang sebagai pusat baru industri farmasi dan bioteknologi di Asia.
BACA JUGA:
BREAKING NEWS: BPOM Diakui Dunia, Taruna Ikrar Pimpin Sertifikasi Ekspor ke AS
AFR menulis bahwa kebijakan perdagangan dan regulasi baru yang diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump (periode kedua) di Amerika Serikat — termasuk perang tarif dan ketidakpastian kebijakan FDA — telah menciptakan kegelisahan di kalangan industri farmasi global. Dalam situasi itu, Indonesia muncul sebagai alternatif yang menjanjikan bagi perusahaan obat dan bioteknologi Australia.
Beberapa alasan utama yang membuat Indonesia menarik bagi investor antara lain: Biaya uji klinis di Indonesia jauh lebih efisien, Proses perizinan dan persetujuan obat baru lebih cepat, dan Akses ke pasar Asia sangat luas dan terus berkembang.
Dalam wawancara dengan AFR, Prof Taruna Ikrar disebut sebagai pejabat pemerintah Indonesia yang memimpin lembaga setara FDA di Indonesia, yakni BPOM.
Ia secara aktif bertemu dengan investor farmasi dan bioteknologi Australia, serta menyampaikan bahwa Indonesia membuka diri sebagai basis produksi global bagi industri kesehatan dan obat-obatan.
“Indonesia bukan hanya pasar, tetapi mitra strategis dalam inovasi bioteknologi dan pengembangan obat dunia,” ujar Prof Taruna dalam pertemuan bilateral di Jakarta.

Dari Diplomasi Regulasi Menuju Diplomasi Investasi

Langkah BPOM di bawah Prof Taruna Ikrar memperlihatkan arah baru diplomasi kesehatan Indonesia. Selain memperkuat posisi dalam perundingan perdagangan RI–AS, BPOM kini menjadi ujung tombak transformasi Indonesia sebagai pusat riset dan produksi farmasi di kawasan Asia Pasifik.
Diplomasi regulasi yang dijalankan BPOM selaras dengan upaya Indonesia untuk mencapai status WHO Listed Authority (WLA) — pengakuan global atas kapasitas regulatori suatu negara.
Status Transitional WLA yang kini disandang BPOM untuk produk vaksin menjadi pijakan penting menuju pengakuan penuh dari WHO. Dalam konteks geopolitik, posisi BPOM kini, selain sebagai lembaga pengawas, juga menjadi bagian dari diplomasi ekonomi kesehatan nasional.
Prof Taruna Ikrar memanfaatkan momentum ketidakpastian global untuk membuka peluang investasi yang berpihak pada rakyat, sekaligus memperkuat kepercayaan dunia terhadap kualitas pengawasan Indonesia.
Peran BPOM dalam forum perdagangan internasional dan investasi farmasi global menunjukkan keseimbangan antara perlindungan publik dan keterbukaan ekonomi.
Melalui diplomasi regulasi yang berintegritas, Indonesia kini diakui sebagai negara dengan sistem pengawasan yang kredibel, efisien, dan berpihak pada keselamatan masyarakat.
Langkah Prof Taruna Ikrar menempatkan BPOM sebagai pionir diplomasi kesehatan modern — di mana regulasi bukan penghalang, melainkan instrumen kepercayaan internasional.
Dari ruang negosiasi hingga ruang riset, Indonesia kini berdiri sejajar dengan otoritas dunia dalam memastikan bahwa setiap obat dan makanan yang beredar di bumi Nusantara benar-benar aman bagi seluruh rakyat Indonesia. (akbar endra)