menitindonesia, JAKARTA – Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menegaskan bahwa selama dua periode kepemimpinannya, ia tidak pernah melakukan “cawe-cawe” dalam politik. Pernyataan itu disampaikannya dalam pidato di Kongres VI Partai Demokrat di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Senin (24/2/2025).
“Selama 10 tahun saya memimpin negeri ini, tidak pernah terlintas di kepala saya untuk cawe-cawe,” ujar Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut.
BACA JUGA:
Luncurkan Danantara, Prabowo: Danantara Harus Bisa Diaudit Setiap Saat oleh Siapapun
SBY menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan intervensi yang merusak terhadap partai politik mana pun. Ia menyebut sikap tersebut sebagai bentuk etika moral dalam demokrasi dan politik.
Peringatan SBY: Jangan Salahgunakan Kekuasaan
Dalam kesempatan itu, SBY juga memberikan pesan tegas kepada kader Demokrat agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan politik sempit.
BACA JUGA:
Rudianto Lallo Soroti Proses Eksekusi Lahan di Pettarani, Curiga Ada Mafia Tanah!
Ia menyebut bahwa cawe-cawe dengan memanfaatkan kekuasaan adalah dosa besar yang bertentangan dengan amanah konstitusi. “Jangan pernah ada kader yang melakukan dosa besar seperti ini,” tegasnya.
SBY Singgung Upaya Kudeta Demokrat oleh Moeldoko?
Dalam pidatonya, SBY juga menyinggung dinamika politik yang sempat mengguncang Partai Demokrat beberapa tahun lalu. Ia menyatakan bahwa lima tahun lalu, partainya menghadapi ancaman serius dari pihak yang dekat dengan pusat kekuasaan.
“Tak pernah terbayang dalam pikiran saya hal itu bisa terjadi. Kami harus menghadapi aksi-aksi buruk oleh pihak tertentu yang memiliki kedekatan dengan pusat kekuasaan,” ungkapnya.
Pernyataan tersebut merujuk pada upaya kudeta Partai Demokrat yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan era Presiden Joko Widodo, Moeldoko. Seperti diketahui, Moeldoko sempat dinyatakan sebagai Ketua Umum Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Maret 2021.
Namun, kubu Demokrat yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menolak hasil KLB tersebut. AHY, yang terpilih sebagai Ketua Umum dalam kongres resmi Partai Demokrat tahun 2020, menegaskan bahwa KLB Deli Serdang ilegal karena tidak sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Berdasarkan AD/ART Partai Demokrat, KLB hanya dapat digelar dengan persetujuan Ketua Majelis Tinggi, yakni SBY. Akibatnya, upaya kubu Moeldoko untuk mendapatkan legalitas terbentur berbagai kendala hukum. Menteri Hukum dan HAM saat itu, Yasonna Laoly, menolak pengesahan KLB Deli Serdang karena dokumen yang diajukan dianggap tidak lengkap.
Tak berhenti di situ, kubu Moeldoko pun mengajukan berbagai gugatan, termasuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan menggugat AD/ART Partai Demokrat yang mengatur kewenangan Ketua Majelis Tinggi.
Pesan Moral SBY: Politik Harus Bermartabat
Dalam pidatonya, SBY menegaskan bahwa etika dan moral politik harus dijaga agar demokrasi tetap sehat. Ia mengingatkan para kader Demokrat agar tidak tergoda menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Pidato SBY ini diyakini sebagai bentuk refleksi sekaligus peringatan bagi dunia politik Indonesia di tengah dinamika menjelang Pemilu 2029.
(akbar endra)