Trump umumkan gencatan senjata Iran-Israel: damai atau tipuan strategis?
Trump umumkan gencatan senjata Israel-Iran, tapi Iran belum sepenuhnya tunduk. Ancaman perang terus membayangi Timur Tengah, akankah ini awal perdamaian atau hanya jeda menuju konflik lebih besar?
menitindonesia, WASHINGTON DC – Dunia menahan napas. Setelah dua belas hari ketegangan memuncak antara Iran dan Israel, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan gencatan senjata. Tapi benarkah ini akhir dari bara konflik? Atau hanya jeda dalam babak panjang Perang Dunia ke-3 yang belum sempat dinyatakan?
Lewat platform pribadinya, Truth Social, Trump menegaskan: “Gencatan senjata total telah disepakati. Dimulai enam jam dari sekarang. Perang berakhir dalam 24 jam,” dikutip pada Selasa (24/6/2025).
Kabar itu datang hanya sehari setelah AS terlibat langsung dalam menghantam fasilitas nuklir Iran—sebuah langkah berani yang dibalas cepat oleh Teheran dengan peluncuran rudal ke pangkalan militer AS di Qatar. Dunia bersiap. Tapi di tengah ancaman dan teriakan perang, muncul harapan yang rapuh: kata “gencatan senjata.”
Karikatur Donald Trump ketakutan setelah Iran serius menembakkan rudalnya ke pangakalan militer AS
Ancaman Balasan dan Ketegangan yang Belum Usai
Meski pengumuman Trump menggema sebagai kabar baik, sinyal dari Iran belum selaras. Komandan Garda Revolusi Iran, Mohammad Pakpour, mengeluarkan peringatan keras:
“Jika serangan terulang, kami akan membalas lebih menghancurkan. Presiden AS yang bodoh itu (Trump) akan menyesal,” tegasnya dalam siaran televisi Iran.
Ketegangan masih menggumpal. Ledakan tetap mengguncang Iran tak lama setelah pengumuman Trump. Beberapa analis menyebut, gencatan ini hanyalah strategi tarik nafas. Perang belum sepenuhnya berakhir. Aktor-aktor proksi di kawasan masih siaga. Ada juga yang menyebut, nyali Trump ciut setelah melihat kekuatan militer Iran–yang ternyata tak bisa diremehkan begitu saja.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut eskalasi peran Iran-Israel memasuki zona bahaya setelah AS ikut menyerang Iran. “Untuk menghindari kekacauan, satu-satunya jalan adalah diplomasi, satu-satunya harapan adalah perdamaian,” ujar Guterres. (Foto: Reuter)
Mayoritas Warga AS Tolak Perang
Jajak pendapat terbaru dari Reuters/Ipsos mengungkap fakta mencengangkan: 84% warga Amerika khawatir konflik ini akan meningkat. Hanya 36% mendukung serangan terhadap Iran, dan lebih banyak responden menolak keterlibatan AS dalam perang Timur Tengah.
Di Los Angeles, demonstrasi pecah. Massa turun ke jalan menolak perang dan mengecam keputusan Trump sebagai tindakan gegabah yang membahayakan stabilitas global dan ekonomi dalam negeri.
Selat Hormuz, Minyak, dan Bayangan Perang Dunia
Di balik layar diplomasi dan serangan rudal, terselip risiko lain: blokade Selat Hormuz. Jika konflik kembali meletus, dunia bisa terguncang oleh krisis energi global. Harga minyak bisa melonjak. Pasar keuangan kembali limbung.
Apakah gencatan ini sungguh perdamaian? Atau hanya jeda sebelum peluncuran rudal berikutnya?