Evaluasi 100 Hari Prabowo: Korupsi Disikat atau Masih Mandek

FOTO: Penulis adalah jurnalis di Menit Indonesia, tinggal di Jakarta. (ist)

Oleh Akbar Endra
(Jurnalis Menit Indonesia)
menitindonesia – SUDAH lebih dari seratus hari sejak Presiden Prabowo Subianto memimpin bangsa ini. Namun, pidato perdananya sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8 masih terngiang di benak rakyat. Dalam momen penuh haru dan harapan itu, Prabowo menyampaikan visi besar tentang Indonesia yang bermartabat, bebas dari korupsi, dan dipimpin oleh pemerintahan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
BACA JUGA:
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar Paparkan Upaya Percepatan Izin Edar Obat di Forum Internasional
Prabowo, didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, menyentuh akal sehat kita dengan pernyataan yang tegas: tidak ada alasan bagi Indonesia untuk menjadi negara terbelakang, apalagi dengan sumber daya melimpah yang dimilikinya. Lebih dari satu jam, pidato penuh energi dan semangat itu membangkitkan kembali optimisme rakyat, seolah menghembuskan napas baru kepada bangsa yang sempat terpuruk oleh korupsi, ketidakadilan, dan dominasi oligarki serta asing.

Mengukur Seratus Hari Pemerintahan Prabowo

Seratus hari pertama Prabowo menjadi ujian awal bagi komitmen yang ia nyatakan. Rakyat bertanya, sejauh mana Prabowo benar-benar menindak tegas praktik korupsi yang telah mengakar? Apakah pemerintahannya mampu melawan arus besar kepentingan oligarki yang sering kali menjadi penghambat reformasi?
BACA JUGA:
Kontroversi Pagar Laut di Banten, Titiek Soeharto dan Ketum GAN Desak Penuntasan Cepat
Langkah-langkah awal sudah tampak. Dalam berbagai kesempatan, Prabowo menegaskan tidak akan memberikan toleransi terhadap korupsi. Ia mendorong penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mempercepat digitalisasi layanan publik sebagai upaya menciptakan transparansi.
Namun, di lapangan, tantangan nyata masih menghantui. Kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan aktor politik dan ekonomi belum sepenuhnya diungkap. Rakyat menanti bukti nyata dari pemerintahan Prabowo bahwa hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk jika pelaku adalah rekan politik atau pengusaha besar yang memiliki pengaruh.

Pidato yang Menginspirasi, Tapi Harapan yang Berat

Prabowo dalam pidatonya menyatakan bahwa Indonesia harus bangkit sebagai negara mandiri, berdaulat, dan berkeadilan. Ia menegaskan bahwa kekayaan alam Indonesia harus dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk segelintir elit.
BACA JUGA:
PMI Siapkan Bantuan untuk Rakyat Palestina Pasca Gencatan Senjata
“Kita memiliki segalanya: sumber daya alam yang melimpah, tenaga kerja yang muda dan produktif, serta semangat juang yang tidak pernah padam. Tapi apa yang menghambat? Korupsi, ketidakadilan, dan penguasaan oleh segelintir orang. Ini yang harus kita ubah,” ucapnya saat itu.
Pernyataan ini memberikan harapan besar, tetapi juga menimbulkan ekspektasi tinggi. Dalam seratus hari pertama, belum terlihat gebrakan signifikan yang menunjukkan bahwa pemerintahannya benar-benar “menyikat korupsi tanpa pandang bulu.” Rakyat menginginkan lebih dari sekadar janji—mereka butuh aksi nyata.
Kasus-kasus besar yang dianggap publik mandek saat ini: Pertama, Kasus Korupsi BTS Kominfo. Kasus korupsi proyek pembangunan BTS 4G Kominfo yang melibatkan eks Menkominfo Johnny G. Plate menjadi sorotan besar. Kerugian negara mencapai Rp 8 triliun. Meski beberapa pelaku sudah dijatuhi hukuman, masyarakat menilai perlu transparansi lebih terkait aktor-aktor besar lainnya yang mungkin terlibat.
Kedua, Kasus Korupsi di Dinas Kesehatan Parepare. Dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Parepare menjadi pembicaraan hangat. Kasus ini telah masuk tahap penyidikan sejak Juli 2024, namun hingga kini belum ada perkembangan berarti.
Ketiga, Kasus Pembangunan Gedung UIN Alauddin Makassar. Pembangunan gedung pascasarjana dan rumah sakit di UIN Alauddin Makassar menjadi sorotan karena dugaan penyelewengan anggaran. Kasus ini dianggap jalan di tempat meski kerugian negara signifikan.
Empat, Kasus Pengadaan Baju Olahraga di Toraja Utara. Dugaan korupsi pengadaan baju olahraga dengan anggaran fantastis di Toraja Utara juga belum menunjukkan perkembangan berarti.
Kelima, Kasus Korupsi Jiwasraya dan Asabri. Meski proses hukum telah berlangsung, masyarakat masih menantikan pengembalian kerugian negara secara penuh dan pengungkapan jaringan korupsi yang lebih luas.
Begitulah. Masyarakat Indonesia masih menaruh harapan besar pada pemerintahan Prabowo-Gibran. Gebrakan nyata untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi besar menjadi kunci untuk membuktikan bahwa pidato Prabowo bukan sekadar retorika, melainkan langkah awal menuju Indonesia yang benar-benar bebas dari korupsi. (*)