NAMANYA berasal dari bahasa Sanskerta, Lankadeepa, artinya tanah yang bersinar. Sebuah negara pulau yang dikelilingi oleh beberapa pulau kecil. Lebih dari tiga perempat wilayahnya berada pada ketinggian diatas 200 meter dari permukaan laut dan sebagian besar berupa daerah pembukitan.
Sri Lanka memiliki hubungan emosional dengan Indonesia setidaknya dalam dua hal. Pertama, peristiwa dua kali kecelakaan pesawat haji Indonesia di Kolombo, masing-masing pada 4 Desember 1974 dan 15 November 1978. Kedua, bencana tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004.
Kecelakaan pesawat 4 Desember 1974, adalah kecelakaan pesawat DC 8 milik Martin Air Belanda yang disewa dan dioperasikan atas nama Garuda Indonesia. Terbang dari Surabaya menuju Mekkah dan transit untuk mengisi bahan bakar di Sri Lanka. Pesawat tersebut kecelakaan sekitar 15 menit sebelum mendarat di bandar udara internasional Bandaranaike, setelah menabrak Puncak Adam di wilayah perbukitan Tujuh Perawan di Maskeliya. Menurut saksi mata yang berjarak sekitar 180 meter dari lokasi jatuhnya pesawat, puncak pembukitan yang ditabrak oleh pesawat adalah kawasan yang belum pernah dicapai manusia sebelumnya. Saksi mata lainnya mengatakan saat itu pukul 8 malam, ia melihat pesawat terbang terlalu rendah terlihat hendak menghindari tebing tinggi yang berselimut kabut, namun terlambat dan pesawat akhirnya menabrak tebing.
Hasil penyelidikan menyimpulkan kecelakaan adalah akibat kesalahan navigasi. Sebanyak 182 orang calon jemaah haji tewas, 111 orang berasal dari Blitar, 50 orang dari Sulawesi Selatan, 16 orang dari Lamongan, 3 orang dari Kaltim dan 2 orang dari Surabaya. Adapun 2 orang awak dari Indonesia yang meninggal adalah mahasiswa dari IAIN Surabaya dan IAIN Makassar. Hanya sebagian kecil jenazah yang dimakamkan di Pemakaman Ampel Surabaya. Pemerintah Indonesia membangun monumen memperingati kecelakaan tersebut di Pebukitan Maskeliya, sekitar 400 meter dari tebing kejadian. Monumen tersebut dirawat dan rutin di ziarahi oleh perwakilan pemerintah Indonesia di Sri Lanka.
Kecelakaan kedua, hanya selang empat tahun yaitu pada 15 November 1978. Pesawat haji DC 8 milik Icelandic Loftleider, Islandia, yang dioperasikan atas nama Garuda Indonesia dalam perjalanan kembali ke tanah air dari Jeddah menuju Surabaya. Singgah di Kolombo untuk mengisi bahan bakar dan pergantian kru pesawat. Menjelang tengah malam ada pengumuman bahwa pesawat sebentar lagi akan mendarat di Kolombo. Tetapi beberapa saat kemudian pesawat terguncang dan terjadi hempasan yang begitu keras, ternyata pesawat jatuh di perkebunan kelapa, sekitar 3,7 km sebelah timur bandara Katunayake. Komisi Penyelidik gabungan dari pemerintah Sri Lanka dan Indonesia menyimpulkan bahwa penyebab kecelakaan adalah awak pesawat, pilot dan kopilot gagal menganalisa ketinggian, sehingga pesawat sudah terbang terlalu rendah sementara landasan pacu belum terlihat.
Kecelakaan tersebut menewaskan 174 orang dari 249 jemaah haji Indonesia asal Kalimantan Selatan. Dari 174 korban tewas, terdapat 136 jenazah yang tidak dapat diidentifikasi kemudian di makamkan di Makam Pahlawan Bumi Kencana, Banjarbaru.
Selanjutnya, bencana tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 juga menautkan Indonesia dan Sri Lanka. Episentrum gempa yang terletak di Samudera Hindia selain menerjang Aceh juga menerpa Sri Lanka, menelan korban jiwa lebih dari 30.000 orang.
Negara kepulauan ini berbatasan laut dengan India di sebelah barat laut dan Maladewa (Maldives) di barat daya. Kedatangan bangsa Vedhha, pada 543 SM diawali oleh Pangeran Vijaya dari India datang beserta 700 orang pengikut dan menjadi raja pertama di Sri Lanka. Kaum imigran sekitar abad inilah yang menjadi leluhur etnis Shinhala yang merupakan 74% dari jumlah penduduk Sri Lanka saat ini. Umumnya mereka menganut Buddha Theravada atau disebut juga Buddha Shinhala. Mereka menetap di sekitar pesisir pantai sebelah barat Sri Lanka, Suku kedua yang menetap di pulau ini adalah suku Tamil yang mayoritas beragama Hindu. Diperkirakan mulai menetap sejak awal Masehi. Abad ke-14 mereka mendirikan kerajaan yang wilayahnya meliputi bagian utara sampai pesisir timur pulau Sri Lanka. Keturunan Tamil penetap pertama ini disebut Tamil Sri Lanka, sekitar 13% dari jumlah penduduk saat ini. Pendatang berikutnya disebut Tamil India, sekitar 6% dari total penduduk. Sebagian besar pendatang baru ini adalah imigran yang dibawa oleh Inggris sebagai tenaga kerja perkebunan. Kelompok ketiga yang datang ke wilayah ini adalah suku Moor, 6% dari penduduk Sri Lanka. Pada mulanya mereka datang untuk berdagang dan akhirnya menetap. Burgher adalah etnis terkecil, 1% dari total penduduk. Mereka Sri Lanka berkulit putih dan berbahasa Inggris, keturunan Eropa terutama Belanda dan Portugis.
Letak Sri Lanka yang strategis menarik bagi bangsa Eropa. Bangsa Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang datang ke pulau ini pada tahun 1505 dan berusaha untuk mendudukinya. Meski tak semua wilayah dapat ditaklukkan, tetapi sejak itu pengaruh Eropa mulai tertanam. Pada tahun 1658 Belanda mengalahkan Portugis dalam berbagai pertempuran sehingga Belanda pun menguasai pulau ini.
Selanjutnya Inggris mulai berkuasa tabun 1796 dan mengambil alih kekuasaan Belanda. Melalui Konvensi London 13 Agustus 1814 Inggris sepakat mengembalikan Hindia Belanda, nama Indonesia saat itu, kepada Kerajaan Belanda, namun pelaksanaannya diatur lagi melalui perjanjian. Seperti Traktat London antara Belanda dan Inggris 17 Maret 1824, disepakati kedua negara dapat melakukan tukar menukar wilayah kekuasaan. Belanda menyerahkan Sri lanka kepada Inggris dan Belanda mendapat hak atas Aceh, sehingga Inggris menjadi penguasa Eropa terakhir atas Sri Lanka dan memberi nama Ceylon.
Awal tahun 1824, pemerintahan Sir Edward Barnes membuka kesempatan bagi penduduk Inggris untuk berdiam di Ceylon. Jalan-jalan dibangun dan tanaman teh mulai diperkenalkan sebagai tanaman komersial untuk diekspor memenuhi kebutuhan Eropa, terutama Inggris dengan tradisi minum teh yang kental.
Awal 1900, kesadaran akan nasionalisme mulai tumbuh di kalangan penduduk asli. Mereka membentuk Ceylon National Congress dan mengajukan rancangan konstitusi yang antara lain berisi pentingnya penduduk asli mendapat mayoritas kursi di parlemen. Tahun 1931 lahir konstitusi baru yang memungkinkan Ceylon menjalankan pemerintahan sendiri. Pada 1947 Inggris memberikan kedaulatan penuh dan Ceylon ditetapkan sebagai negara persemakmuran.
Pada tahun itu juga pemilihan umum diselenggarakan untuk menetapkan siapa yang berhak menjalankan pemerintahan. Pada 24 Desember 1947, DS Senanayake dari Partai Nasional Serikat ditetapkan sebagai Perdana Menteri Ceylon pertama. Dalam masa jabatanya, 4 Februari 1948, Ceylon memperoleh kemerdekaan dari Inggris. Tanggal 2 Mei 1972 nama kolonial negeri ini, Ceylon diubah menjadi Sri Langka. Undang-undang dasar baru memperkenalkan jabatan presiden eksekutif dan perwakilan proporsional.
Bentuk negara demokrasi parlementer, kepala pemerintahan adalah seorang presiden yang dipilih untuk masa jabatan enam tahun. Junius Richard Jayewardene dari Partai Nasional Serikat, merupakan Presiden Eksekutif pertama Sri Lanka. Untuk menjalankan roda pemerintahan, Presiden mengangkat seorang perdana menteri dan membentuk kabinet. Pengangkatan tersebut didasarkan pada suara terbanyak hasil pemilihan umum.
Sri Jayawardenapura Kotte, adalah ibukota Sri Lanka. Ibukota adalah tempat kedudukan lembaga legislatif. Sedang Kolombo yang berjarak 9 km dari Ibukota adalah kota perdagangan serta tempat kedudukan lembaga eksekutif dan yudikatif. Pelabuhan utama dan bandara Internasional Sri Lanka terletak di Kolombo.
Sri Lanka beriklim tropis dan mengandalkan perekonomiannya pada ekspor pertanian. Negeri ini dikenal sebagai pengekspor teh terbesar keempat dunia, setelah China. India dan Kenya. Selain itu yang menonjol adalah karet dan kelapa. Sri Lanka menyumbang 36% produksi karet dunia dan 70 % produksi kelapa dunia. Dan penghasil grafit terbesar di dunia. Namun, penghasil devisa teratas berasal dari ekspor garmen, penerimaan dari pengiriman uang oleh warga yang bekerja di luar negeri dan penerimaan dari sektor pariwisata.
Penduduk negeri ini terdiri beragam etnik dan agama. Konflik etnis dan agama menjadi masalah serius dan memiliki sejarah panjang. Pemeluk agama Buddha adalah mayoritas yaitu sekitar 70,2%, Hindu 12,6 % , Muslim, 9,7% kristen 7,4%, 1% lainnya.
Sebelumnya, serangan kepada Muslim sering dilakukan oleh massa Sinhala. Pada 1576, Dewan Ulama Goa melarang pemanggilan nama Nabi Muhammad, pembacaan Alquran, dan memerintahkan penyerangan dan pembakaran tempat ibadah. Pembantaian ribuan Muslim terjadi di kota Matara, Weligama, Beruwela, dan Galle. Alasan mereka bahwa Islam bertujuan mengambil alih wilayahnya dengan merujuk tanah Buddha seperti Afganistan, Pakistan, Kashmir, dan Indonesia yang dikatakan telah dihancurkan oleh Islam. Bahkan pada tahun 1626 Raja Portugis Philip IV memerintahkan pengusiran muslim dari pulau tersebut. Kelompok garis keras Buddha diduga menjadi motor penyebar luasan pandangan ketakutan kepada Muslim.
Yang menarik, 10 Agustus 1990 Macan Tamil yang membantai 147 orang Muslim, padahal sebagian besar Muslim di Sri Lanka adalah etnis Tamil. Unjuk rasa anti Muslim besar-besaran 2014, selain korban jiwa, aset milik Muslim dijarah dan dibakar. Pada 2017 tercatat lebih dari 20 serangan terhadap kelompok Muslim, yang diikuti dengan penjarahan, pembakaran aset dan serangan bom molotov ke beberapa mesjid. Serangan kepada gereja kristen juga beberapa kali terjadi.
Setelah kemerdekaan dari Inggris 1948, beberapa kali terjadi kekerasan anti Tamil pada tahun 1956, 1958, 1977, 1981. Kejadian ini dilakukan oleh massa Shinhala tetapi sering kali mendapat dukungan dari negara.
Hal ini mendorong konflik berdarah yang berlangsung dari 1983.
atau disebut juga “Juli Hitam” Macan Tamil adalah organisasi yang berjuang mendirikan negara Tamil yang merdeka dan berdaulat. Pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh pemerintah tahun 2009, atau berlangsung 26 tahun. Korban tewas diperkirakan sekitar 100.000-an kehilangan tempat tinggal sekitar 800.000-an, ribuan warga sipil Tamil di selatan dibunuh oleh kelompok Shinhala. Diskriminasi terhadap minoritas, kekerasan dan pelanggaran HAM, berlangsung hingga saat ini dan sudah menjadi sorotan dunia.
Membangun, mengelola dan merawat keutuhan negeri yang memiliki beragam etnik, agama, bahasa, dan budaya jika bercermin dari pengalaman negara lain yang memiliki keragaman yang sama seperti Indonesia yang pernah nyaris mengubah sendi-sendi pemersatu bangsa yaitu Pancasila, dan adanya upaya nyata untuk mengubahnya melalui peristiwa tragis September 1965, nampaknya memang tidak mudah. Diperlukan hadirnya pemimpin yang kuat, mengetahui karakter bangsanya, dan yang terpenting memiliki sifat kenegarawanan yang mengedepankan persatuan dan kesatuan diatas kepentingan golongan. Memilih tidak populer untuk di cap keras, bahkan otoriter untuk tujuan tersebut. Termasuk dalam mengawasi munculnya pandangan yang “dianggap” ekstrim.
Memberi tugas khusus kepada militer disetiap wilayah untuk melakukan pemantauan dan pembinaan masyarakat hingga orang perorang. Membuat program keseragaman pemahaman terhadap Lima Prinsip Dasar Negara sebagai Sumber Tertib Hukum Negara dihampir semua kelompok baik itu pelajar,mahasiswa, pegawai negeri, swasta dan organisasi ke masyarakatan yang ada. Kebijakan-kebijakan yang sangat tidak populer, tetapi jika melihat kondisi Sri Lanka hingga saat ini, mungkin langkah itu adalah pilihan yang tepat dalam meletakkan dasar pembangunan manusia bagi negara yang memiliki beragam latar belakang.
Dalam transisi menuju demokrasi, langkah-langkah tersebut nampaknya sejalan dengan Park Chung Hee, yang telah berhasil meletakkan dasar pembangunan di Korea Selatan. Park Chung Hee berpandangan bahwa “demokrasi dalam waktu sempit adalah kemewahan yang tidak bermanfaat.“